Senin, 02 Maret 2009

March 2009

Peringatan Hari Kelahiran Nabi dalam Pemahaman Ulama “Salafi” dan Ulama Lain
Oleh Syekh Hisyam Kabbani QS
Pandangan Ibn Taymiyyah tentang Maulid dan Penyimpangan Kaum Salafi dari Pandangannya
Kutipan berikut merupakan pandangan Ibn Taymiyyah tentang maulid sebagaimana diuraikan dalam kitabnya, al-Fatâwâ:26
Demikian halnya apa yang diada-adakan oleh sebagian orang dengan menganalogikan pada orang-orang Nasrani yang merayakan kelahiran Isa, atau karena rasa cinta kepada Nabi saw dan untuk memujanya, Allah swt akan memberi mereka pahala atas cinta dan usahanya ini, bukan atas kenyataan bahwa itu suatu bidah … Merayakan dan menghormati kelahiran Nabi saw dan menjadikannya sebagai saat-saat yang dihormati, sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang, adalah baik, dan padanya ada pahala yang besar, karena niat baik mereka dalam menghormati Nabi saw.
Karena kesetiaan mereka kepada Ibn Taymiyyah, tampaknya kaum Salafi tidak dapat memaafkannya atas ucapannya ini. Seorang editor majalah kaum Salafi, Iqtidhâ’, Muhammad al-Fiqqî, menulis dua halaman catatan kaki untuk teks tersebut. Di dalamnya ia berteriak keras, “Kayfa yakûnu lahum tsawâb ‘alâ hâdza? … Ayyu ijtihâd fî hâdzâ?? (Bagaimana mungkin mereka dapat memperoleh pahala untuk hal tersebut? … Ijtihad macam apa ini??)” Para ulama Salafi kontemporer bisa dikatakan berlebihan dan menyimpang menyangkut peringatan maulid ini. Mereka mengganti sikap Ibn Taymiyyah tersebut dengan ketetapan hukum mereka sendiri, padahal sikap Ibn Taymiyyah tersebut mestinya cukup buat mereka. Pengarang Salafi yang lain, Manshûr Salmân, juga bersikap demikian dalam menerangkan al-Bâ‘its ‘alâ Inkâr al-Bida‘ karya Abû Syâmah, karena Abû Syâmah bukannya mengkritisi peringatan maulid, tetapi justru menyatakan, “Sungguh itu suatu bidah yang patut dipuji dan diberkati.”
Dalam teks yang disebutkan di atas, Ibn Taymiyyah juga menyebutkan suatu fatwa oleh Ahmad ibn Hanbal, imamnya mazhab fikih Ibn Taymiyyah, tatkala orang-orang bercerita kepada Imam Ahmad mengenai seorang pangeran yang membelanjakan 1000 dinar untuk membuat hiasan Alquran, beliau mengatakan: “Itulah tempat terbaik baginya untuk menggunakan emas.”
Apakah Ibn Taymiyyah sedang mempromosikan bidah tatkala beliau membolehkan peringatan maulid “sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang”? Tidak. Beliau tidak hanya membolehkannya, tetapi beliau menyebutkan pula bahwa peringatan maulid yang mereka lakukan itu “baik dan padanya ada pahala”. Apakah Imam Ahmad sedang melakukan suatu bidah tatkala beliau membolehkan menghiasi Alquran dengan emas? Jawaban atas kedua pertanyaan tersebut adalah tidak.
Pembolehan peringatan hari kelahiran Nabi saw. oleh Ibn Taymiyyah ini, yang oleh para pendukungnya telah diartikan secara keliru sebagai suatu kritik atas peringatan maulid, telah disebut-sebut oleh para ulama Suni seperti Sa‘îd Hawwâ, Muhammad ibn ‘Alawî al-Mâlikî, ‘Abd al-Karîm Jawwâd, al-Sayyid Hâsyim al-Rifâ‘î, dan dua syekh dari golongan Qarawiyyin, yaitu ‘Abd al-Hayy al-Amrûnî dan ‘Abd al-Karîm Murâd.27

Pendapat Ibn Taymiyyah tentang Halaqah Zikir
Berikut adalah pandangan Ibn Taymiyyah mengenai pertemuan-pertemuan untuk berzikir bersama:
Ibn Taymiyyah pernah ditanya mengenai orang-orang yang berkumpul di dalam masjid untuk berzikir dan membaca Alquran, berdoa kepada Allah, membiarkan kepalanya terbuka tanpa turban dan menangis, padahal niatnya bukanlah untuk ria, juga bukan untuk pamer, tetapi berusaha mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt semata: apakah itu dibolehkan atau tidak? Beliau menjawab: “Segala puji bagi Allah swt, adalah baik dan dianjurkan oleh syariah, untuk berkumpul bersama membaca Alquran, membaca zikir, dan berdoa.”28

Ibn Katsîr Memuji Malam Maulid
Imam Ibn Hajar al-‘Asqalânî menyebutkan bahwa Ibn Katsîr, seorang ahli hadis pengikut Ibn Taymiyyah, “pada hari–hari terakhir hidupnya menulis sebuah kitab berjudul Mawlid Rasûl Allâh yang tersebar luas.29 Kitab tersebut menyebutkan kebolehan dan anjuran memperingati maulid Nabi saw.”30
Dalam kitab Ibn Katsîr tersebut, ia mengatakan, “Malam kelahiran Nabi saw. adalah malam yang agung, mulia, diberkati, dan suci, suatu malam yang membahagiakan bagi orang-orang beriman, bersih, bersinar cemerlang, dan tak ternilai harganya.”31

Fatwa al-‘Asqalânî dan al-Suyûthî tentang Kebolehan Memperingati Maulid Nabi saw.
Jalâl al-Dîn al-Suyûthî berkata:
Syekh-Islam, seorang tokoh hadis pada masanya, Ahmad ibn Hajar (al-‘Asqalânî) pernah ditanya mengenai kebiasaan memperingati kelahiran Nabi saw. Beliau memberikan jawaban sebagai berikut:
Sehubungan dengan asal muasal dari kebiasaan memperingati kelahiran Nabi saw, itu merupakan suatu bidah yang kita tidak menerimanya dari para saleh di antara kaum muslim terdahulu pada masa tiga abad pertama Hijriah. Meskipun demikian, praktik tersebut melibatkan bentuk-bentuk yang terpuji dan bentuk-bentuk yang tak terpuji. Apabila dalam praktik peringatan tersebut, orang-orang hanya melakukan hal-hal terpuji saja, dan tidak melakukan yang sebaliknya, maka itu bidah yang baik, tetapi bila tidak demikian, maka tidak.
Dalil dasar dari nas yang bisa dipercaya untuk merujuk keabsahannya telah saya temukan, yaitu suatu hadis sahih yang dimuat dalam kumpulan Shahîh al-Bukhârî dan Shahîh Muslim, bahwa Nabi saw. datang ke Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal sepuluh Muharam (Asyura), maka beliau bertanya kepada mereka tentang hari itu dan mereka menjawab: “Hari ini adalah hari Allah swt menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa a.s., maka kami pun berpuasa untuk menyatakan syukur kepada Allah Taala.” Dalil ini menunjukkan keabsahan berterima kasih kepada Allah swt atas karunia-Nya yang diberikan pada suatu hari tertentu, baik dalam bentuk pemberian nikmat dan penghindaran dari bencana. Kita mengulang rasa syukur kita dalam peringatan hari tersebut setiap tahun, dengan menyatakan syukur kepada Allah swt dalam berbagai bentuk peribadatan seperti sujud syukur, puasa, memberi sedekah atau membaca Alquran … Lantas, karunia apa lagi yang lebih besar daripada kelahiran Nabi saw., Nabi pembawa rahmat, pada hari ini? Melihat kenyataan demikian, kita seharusnya memastikan untuk memperingatinya pada hari yang sama, sehingga sesuai dengan cerita tentang Musa a.s. dan tanggal sepuluh Muharam di atas. Akan tetapi, orang yang tidak melihat persoalan ini penting, merayakannya pada hari apa saja dalam bulan itu, bahkan sebagian meluaskannya lagi pada hari apa saja sepanjang tahun, pengecualian apa pun dapat diambil dalam pandangan semacam ini.”32

Pandangan Ulama Lain tentang Maulid
Dalam pandangan mufti Mekah, Ahmad ibn Zaynî Dahlân, “Memperingati hari kelahiran Nabi saw. dan mengingat Nabi saw. itu dibolehkan oleh ulama muslim.”33
Imam al-Subkî mengatakan, “Pada saat kita merayakan hari kelahiran Nabi saw, rasa persaudaraan yang kuat merasuk ke hati kita, dan kita merasakan sesuatu yang khas.”
Imam al-Syawkânî mengatakan, “Dibolehkan merayakan hari kelahiran Nabi saw.”34 Beliau pun mengatakan bahwa Mulah ‘Alî al-Qârî memiliki pandangan yang sama dalam kitabnya, al-Mawrid al-Râwî fî al-Mawlid al-Nabawî, yang ditulis secara khusus untuk mendukung perayaan hari kelahiran Nabi saw.
Imam Abû Syamah, guru Imam al-Nawawî, berkata:
Bidah yang paling baik pada masa kita sekarang ini adalah peringatan hari kelahiran Nabi saw. Pada hari tersebut orang-orang memberikan banyak sumbangan, melakukan banyak ibadah, menunjukkan rasa cinta yang besar kepada Nabi saw., dan menyatakan banyak syukur kepada Allah Swt. karena telah mengutus Rasul-Nya kepada mereka, untuk menjaga mereka agar mengikuti sunah dan syariah Islam.35
Imam al-Syakhawî mengatakan, “Peringatan hari kelahiran Nabi saw. dimulai pada tiga abad setelah Nabi saw. wafat. Seluruh muslimin merayakannya dan seluruh ulama membolehkannya, dengan cara beribadah kepada Allah swt, bersedekah, dan membaca riwayat hidup Nabi saw.”
Hafiz Ibn Hajar al-Haytsamî mengatakan, “Sebagaimana orang-orang Yahudi merayakan Hari Asyura dengan berpuasa untuk bersyukur kepada Allah swt, kita pun mesti merayakan maulid.” Beliau pun mengutip hadis yang telah disebutkan di depan, “Tatkala Nabi saw. tiba di Madinah …” Ibn Hajar kemudian melanjutkan:
(Selayaknya) orang bersyukur kepada Allah swt atas rahmat yang telah Dia berikan pada suatu hari tertentu, baik berupa kebaikan yang besar ataupun keterhindaran dari bencana. Hari tersebut dirayakan setiap tahun setelah peristiwa itu. Ungkapan syukur terlahir dalam berbagai bentuk peribadatan seperti sujud syukur, puasa, sedekah, dan membaca Alquran. Lantas, kebaikan apa lagi yang lebih besar dari kedatangan Nabi saw., seorang Nabi penebar rahmat, pada hari maulid?
Ibn al-Jawzî (w. 579) menulis sebuah buku kecil yang berisi syair dan riwayat hidup Nabi saw untuk dibacakan dalam perayaan maulid. Buku itu berjudul Mawlid al-‘Arûs,36 dan beliau membuka dengan kata-kata, “Al-hamd li Allâh al-ladzî abraza min ghurrat ‘arûs al-hadhrah shubhan mustanîrah (Segala puji bagi Allah swt yang telah mengeluarkan dari pancaran cahaya hadirat-Nya pagi hari yang semburat dengan sinar cemerlang).”

Dianjurkan untuk Memperingati Maulid
Imam al-Suyûthî mengatakan:
Alasan berkumpul untuk salat tarawih adalah sunah dan merupakan suatu cara mendekatkan diri kepada Allah … demikian juga kami katakan bahwa alasan berkumpul untuk memperingati maulid adalah dianjurkan (mandûb) … dan merupakan tindakan medekatkan diri kepada Allah … dan niat merayakan kelahiran Nabi saw adalah baik (mustahsanah) tanpa keraguan lagi.37
Imam al-Suyûthî melanjutkan:
Tentang kebolehan maulid, saya ambil dasar hukumnya dari sumber sunah yang lain (di samping hadis tentang Asyura yang dijadikan dasar oleh Ibn Hajar), yaitu hadis yang ditemukan dalam karya al-Bayhaqî, yang diriwayatkan oleh Anas, “Nabi saw. menyembelih aqiqah untuk dirinya sendiri setelah beliau menerima kenabian,” meskipun telah disebutkan bahwa kakeknya, yaitu ‘Abd al-Muthâlib telah melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahirannya, padahal aqiqah tidak dapat diulangi.38 Oleh karena itu, alasan bagi tindakan Nabi saw tersebut adalah untuk menyatakan syukur kepada Allah karena telah mengutusnya sebagai rahmat seluruh alam, dan menyatakan penghargaannya kepada umatnya, sebagaimana halnya beliau suka melakukan salat untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu, juga dianjurkan kepada kita untuk menyatakan rasa syukur kita atas kelahirannya dengan berkumpul bersama saudara-saudara kita, memberi makan orang-orang, dan perbuatan baik lain, serta bergembira.39
Hadis ini menguatkan hadis di muka tentang bagaimana Nabi saw. menaruh perhatian khusus terhadap hari Senin sebagai hari kelahiran dan kenabiannya.

Penegasan Para Penulis “Salafi” Kontemporer perihal Larangan Maulid
Klaim bahwa memperingati maulid itu suatu bidah bukan saja langkah mengada-ada yang menyimpang dari apa yang telah dikatakan mayoritas ulama tempo dulu mengenai hal tersebut. Pertama-tama, dan terutama, klaim tersebut mengandung cacat, baik dari sisi logika maupun penalarannya, karena ulama telah menetapkan bahwa bidah ada yang baik, ada yang buruk, dan ada yang biasa saja. Karena itu, tidaklah boleh melarang sesuatu semata atas dasar anggapan bahwa itu suatu bidah (kreasi baru) sebelum terlebih dulu menentukan termasuk bidah apakah hal itu.
Ada bid‘ah hasanah (bidah yang baik), menurut mayoritas ulama yang telah menulis tentang bidah, meskipun beberapa ulama, seperti Ibn al-Jawzî dan Ibn Taymiyyah, beranggapan bahwa semua bidah pastilah bidah sesat (bid‘ah dhalâlah). Kedudukan mereka dalam masalah ini adalah suatu kelainan (syâdzdz) dan menyimpang dari norma, sebagaimana bukti-bukti berikut menunjukkan:
1. Harmalah ibn Yahyâ berkata: “Saya mendengar al-Syâfi‘î berkata: ‘Al-bid‘ah bid‘atâni bid‘ah mahmûdah wa bid‘ah madzmûmah, fa mâ wâfaqa al-sunnah fa huwa mahmûd, wa mâ khâlaf al-sunnah fa huwa madzmûm (Bidah itu dua jenis: bidah terpuji dan bidah tercela. Apa yang sesuai dengan sunah adalah terpuji, dan yang bertentangan dengan sunah adalah tercela.’”40
2. Hafiz al-‘Izz ibn ‘Abd al-Salâm berkata: Ada lima tipe bidah: yang dilarang (haram), yang tak disukai (makruh), yang dibolehkan (mubah), yang terpuji (mandûb), dan yang harus (wajib).41
3. Ulama lain yang mengakui kemungkinan adanya yang disebut bidah yang baik (bid‘ah hasanah) adalah:
Abû Syamah, yang membagi bidah ke dalam bid‘ah mustahsanah/hasanah (bidah yang dianggap baik) dan bid‘ah mustaqbahah (bidah yang dianggap buruk), yang terbagi ke dalam muharram (dilarang) dan makruh (tak disukai), pada sisi lainnya.42
Al-Turkumanî al-Hanafî, yang membagi bidah menjadi bid‘ah mustahsanah (dianggap baik), yaitu bidah yang mubâhah yutsâbu ‘alayhâ (bidah yang dibolehkan dan mendapatkan pahala), dan bid‘ah mustaqbahah (dianggap buruk), seperti yang makruh dan yang haram.43
Ibn al-Hajj al-Abdarî al-Mâlikî, yang mengikuti pembagian menurut Ibn ‘Abd al-Salâm.44
Al-Tahanawî al-Hanafî, yang juga mengikuti pembagian menurut Ibn ‘Abd al-Salâm.45
Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalânî, dalam mengomentari perkataan ‘Umar r.a. tentang salat tarawih, “Ni‘mati al-bid‘ah hâdzihi (Sebagus-bagusnya bidah yakni),” mengatakan:46
Akar makna bidah adalah apa yang dihasilkan tanpa contoh lebih dahulu. Kata tersebut diterapkan dalam hukum sebagai lawan dari kata sunah, dan karena itu patut dicela. Secara tegas, bila bidah itu merupakan bagian dari apa yang dapat dikelompokkan sebagai yang dapat diterima oleh syariat, maka ini termasuk ke dalam bidah yang baik (hasanah), sedangkan bila bidah itu merupakan bagian dari apa yang dapat dikelompokkan sebagai yang dicela oleh syarak, maka ini termasuk ke dalam bidah yang patut dicela (mustaqbahah), bila tidak demikian, maka termasuk kategori yang diperbolehkan (mubah). Bidah tersebut dapat dibagi ke dalam lima kategori yang sudah dikenal.47

Pertanyaan-pertanyaan mengenai Maulid
T. Orang-orang tertentu masih menyatakan keberatannya dengan mengatakan, “Bagaimana dengan hadis, ‘Kull bid‘ah dhalâlah (Setiap bidah itu sesat)?’ Bukankah kata kull (setiap) itu mencakup semua bidah?”
J. Keberatan tersebut bermula dari kesalahtafsiran mengenai kata kull (setiap) yang diberi makna dengan “meliputi semua tanpa pengecualian”, padahal dalam bahasa Arab, kata tersebut dapat bermakna “hampir semua” atau “kebanyakan”. Demikianlah bagaimana al-Syâfi‘î memahaminya. Kalau tidak demikian, beliau pasti tidak akan pernah membolehkan bidah apa pun dapat dianggap baik. Selain itu, beliau dianggap sebagai hujah atau “bukti”, yaitu sumber akurat tak tertandingi untuk persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bahasa Arab. Imam al-Bayhaqî meriwayatkan:
Al-Hasan ibn Habîb meriwayatkan dari Mahmûd al-Mishrî—ia seorang yang dianugerahi kefasihan berbicara—bahwa Mahmûd berkata: “Saya bertemu al-Syâfi‘î sewaktu beliau masih kecil, dan saya mendengar Ibn Hisyâm—saya tidak pernah kehilangan perhatian atas orang yang mengajarkan kebijakan kepada saya seperti Ibn Hisyâm—berkata, ‘Saya adalah teman diskusi al-Syâfi‘î dalam waktu yang lama, dan saya senantiasa mendengar beliau mengatakan suatu kata hanya bila kata tersebut telah dipertimbangkannya masak-masak, (sehingga) seorang pun tak akan menemukan dalam seluruh bahasa Arab suatu kata yang lebih baik dari kata yang beliau gunakan.’” Mahmûd juga mengatakan, “Saya juga mendengar Ibn Hisyâm mengatakan, ‘Kata-kata al-Syâfi‘î, dalam kaitannya dengan bahasa, merupakan suatu hujah pada dirinya sendiri.’”
Diriwayatkan juga dari al-Hasan ibn Muhammad al-Za‘farânî: “Sekelompok orang yang berbahasa Arab murni sering kali ikut hadir dalam pertemuan-pertemuan al-Syâfi‘î dengan kami, dan mereka duduk-duduk di sudut. Suatu hari saya bertanya kepada pemimpin mereka, ‘Kalian tidak tertarik dengan ilmu, tetapi mengapa kalian terus hadir di sini bersama kami?’ Mereka berkata, ‘Kami hanya ingin mendengar al-Syâfi‘î berbahasa.’”
Suatu bentuk gaya bahasa yang menunjukkan sebagian dengan menggunakan keseluruhan (Inggris: synecdoche), dalam bahasa Arab diistilahkan dengan ‘abbara ‘an katsrah bi al-kulliyyah. Bentuk ini dilukiskan dengan penggunaan kata kull (setiap, semua) dalam Alquran surah 46:25 untuk sesuatu hal yang sebagian, dan tidak umum, yaitu:
Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya. Dan pagi pun menemukan mereka, tidak ada yang terlihat lagi selain tempat tinggal mereka saja.
Dengan begitu, tempat tinggal mereka tidak dihancurkan, meskipun “semua” sesuatu telah dihancurkan. Kata “semua” di sini menunjuk secara khusus pada kehidupan orang-orang kafir dari bangsa ‘Âd dan harta bendanya, tetapi tidak termasuk tempat tinggalnya. Hal yang sama digunakan dalam surah al-Naml (27:23) berkenaan dengan perkataan dari burung Hudhud bahwa Bilqis telah diberi kelimpahan dalam “segala hal”, meskipun ia tidak diberi kekuasaan atas Sulaiman a.s., tidak pula bagian kerajaannya. Demikian juga, tatkala Allah swt berfirman, “Setiap diri (kull nafs) merasakan kematian” (3:185), dapat dipahami, meskipun tidak disebutkan, bahwa Allah swt tidaklah termasuk ke dalamnya.
Kesimpulannya, posisi mayoritas ulama sungguh jelas. “Mengada-adakan” (ahdatsa) suatu “kebiasaan baru” (bidah) dapat merujuk kepada sesuatu yang baru dalam konteks kebahasaan (lafzhan), seperti masjid-masjid bertembok, ilmu-ilmu keislaman, menulis buku-buku agama, dan sebagainya, atau kepada sesuatu yang baru dalam konteks hukum (syar‘an), seperti salat fardu keenam. Karena bidah itu biasanya diterapkan pada hal-hal baru dalam agama dalam konteks syariah, maka “hal baru” jenis pertama tidak dapat dikelompokkan sebagai bidah, dan karenanya tidak dilarang.
Ibn Hisyâm dan yang lainnya meriwayatkan bahwa ‘Âshim berkata:
Mereka menggiring Khubayb untuk disalib sampai al-Tamim. Kemudian ia minta kepada mereka agar diberi waktu untuk melakukan salat dua rakaat. Mereka pun setuju. Ia kemudian melakukan salat dua rakaat dengan sempurna dan kemudian balik ke orang-orang, dan berkata, “Kalau bukan karena khawatir kalian akan mengira saya hanya ingin mengulur-ulur waktu karena takut kematian, pasti saya akan memperpanjang salat saya.” Khubayb ibn ‘Adî adalah orang pertama yang mempelopori kebiasaan melakukan salat dua rakaat menjelang kematian. Kemudian mereka menaikkannya ke kayu salib, dan tatkala mereka telah mengikatnya, ia pun berkata, “Ya Allah swt, kami telah menyampaikan risalah Rasul-Mu, maka katakanlah besok kepadanya apa yang telah mereka lakukan kepada kami.” Kemudian ia berkata lagi, “Ya Allah swt, hisablah mereka sebagai kelompok, dan bunuhlah mereka satu demi satu, jangan engkau biarkan mereka lolos.” Setelah itu mereka membunuhnya, semoga Allah swt merahmatinya.”49
Yang di atas merupakan keputusan hukum ulama-ulama besar dalam mendefinisikan bidah. Siapa pun yang mengingkari kesepakatan ini, mungkin ia tidak tahu atau mengada-ada definisi baru yang bukan dari mayoritas ulama, tetapi dari ulahnya sendiri.

T. Karena tujuan maulid adalah mengungkapkan rasa cinta dan ketaatan kepada Nabi saw., mengapakah generasi muslim pertama tidak merayakannya? Tak diragukan lagi, cinta dan ketaatan kepada Nabi saw. tidaklah pernah hilang dari diri mereka pada masa-masa itu.
J. Jawabannya ada pada pertanyaan itu sendiri. Apabila orang-orang sekarang dapat mempraktikkan cinta dan ketaatan kepada Nabi saw. sebagaimana yang dilakukan para pendahulu (salaf) itu, maka mereka tak perlu merayakan maulid untuk mengingatkan mereka.
Hal yang sama dapat diterapkan dalam masalah pengetahuan dan keimanan. Pada generasi pertama, pengetahuan dan keimanan masih murni dan aman dari ancaman terlupakan dan bidah-bidah. Tatkala bencana ini terjadi, fukaha tampil ke depan dan berjuang melindungi umat dari kesalahan. Para sahabat sendiri tidak memerlukan mazhab-mazhab fikih yang formal.
Hal yang sama berlaku juga dalam urusan moral. Zuhud atau tidak mencintai dunia merupakan sifat dari para sahabat dan tabiat dasar Nabi saw. Tatkala ini menjadi sesuatu yang jarang terjadi, maka para imam penyucian diri (tazkiyat al-nafs/tasawuf) menghimpun konsep zuhud ini, dan mendorong masyarakat agar kembali pada akhlak sempurna dan kesederhanaan masa-masa awal Islam. Semua ini, baik ilmu fikih, ilmu tasawuf, atau maulid, tidak ada secara formal pada abad-abad pertama, karena tidak ada keperluan untuk itu. Rasa cinta dan kemauan mencontoh Nabi saw. sudah pasti jauh sangat besar pada mereka.
Berhati-hatilah mereka yang mengatakan bahwa maulid itu salah semata karena itu tidak ada pada masa tiga abad pertama Islam. Mencap sesuatu sebagai keluar dari dan melawan sunah semata karena hal itu tidak ada pada masa tiga abad pertama Islam menunjukkan suatu pemahaman yang keliru terhadap konsep “mengikuti sunah”. Sebagai misal, tidaklah boleh menetapkan bahwa Nabi saw. tidak pernah merayakan hari kelahirannya, karena itu tercatat jelas dalam hadis sahih bahwa beliau memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa pada hari Senin.

T. Tidak ada sesuatu yang namanya maulid sebelum Dinasti Fatimiah di Mesir memulainya. Bukankah mereka itu dianggap menyimpang oleh aliran Suni?
J. Fatimiah berkuasa di Mesir dari tahun 360 sampai tahun 560 H. Meskipun begitu, adanya praktik merayakan maulid terjadi lebih dulu sebelum mereka memerintah. Sebagai misal, sejarawan Mekah, yaitu al-Azraqî (abad ketiga) menyinggung maulid saat membahas rumah tempat lahirnya Nabi saw. Ia mengatakan bahwa salat di rumah tersebut dinyatakan oleh para ulama sebagai mustahabb (disukai) untuk mencari barakah (tabarruk).50 Demikian juga, ahli tafsir al-Naqqâsy (266-351) mengatakan bahwa tempat lahir Nabi saw. (mawlid al-Nabî) merupakan suatu tempat di mana doa pada hari Senin dapat dikabulkan.51 Ibn Jubayr (540-640) menyebutkan maulid sebagai suatu peringatan umum yang bertempat di Mekah di rumah Nabi saw. “pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal.”52 Pada abad ketujuh, sejarawan Abû al-‘Abbâs al-Azafî dan putranya Abû al-Qâsim al-Azafî mengatakan, “Pada hari maulid di Mekah, tidak ada kegiatan yang dilakukan, Kabah dibuka dan dikunjungi,” dan seterusnya.53
Lagi pula, fakta bahwa Fatimiah memiliki komitmen terhadap suatu tindakan tertentu tidaklah lantas menjadikan tindakan tersebut tidak baik. Sehubungan dengan maulid khususnya, mari merujuk seorang qadi Aleksandria dari mazhab Maliki di bawah Dinasti Fatimiah, yaitu Abû Bakr Muhammad ibn al-Walîd al-Turtusyî (w. 520). Beliau menulis suatu kitab yang meliput bidah-bidah pada masanya di bawah Dinasti Fatimiah, berjudul Kitâb al-Hawâdits wa al-Bida‘.54 Kitab al-Turtusyî ini merupakan salah satu risalah lengkap paling awal mengenai bidah-bidah dalam agama. Kitab tersebut memiliki pengaruh yang sangat luas dalam gaya dan susunannya pada kitab-kitab yang dikarang kemudian dengan subjek kajian yang sama, baik di dalam ataupun di luar mazhabnya, seperti oleh Ibn Rusyd, Abû Syâmah, Ibn Taymiyyah, Ibn al-Hajj, al-Syâthibî, Ahmad Zarrûq, dan al-Suyûthî.
Al-Turtusyî sangat teliti dan cermat sekali dalam mendaftar berbagai bidah dalam agama yang terjadi di bawah Dinasti Fatimiyah, yang besar ataupun yang kecil. Di antara bidah-bidah yang beliau daftar adalah:
- Membaca Alquran dengan dilagukan (tatrîb atau qirâ’ah bi al-alhân)
- Penomoran surah-surah dan pemberian tanda baca pada Alquran.
- Membangun mihrab dan membuat hiasan di dalam masjid.
- Menempatkan kotak pengumpul (dana) di dalam masjid.
- Makan dan minum di dalam masjid.
- Menjual barang-barang di masjid.
- Salat alfiyyah pada pertengahan Sya’ban, dan raghâ’ib pada Rajab.
- Libur kerja pada hari Jumat.
- Meneriakkan tatswîb, yaitu al-shalâh khayr min al-nawm pada azan subuh.
- Mengangkat tangan dan meninggikan suara pada waktu berdoa.
- Memakai turban (serban) tanpa membiarkan ujung-ujung terpanjangnya melewati dagu.
- Memegangi pakaian seseorang oleh orang di belakangnya.
- Mencampurkan laki-laki dan perempuan di masjid pada malam tarawih.
- Menyewa pelayan untuk melakukan haji sebagai wakil, dan sebagainya.
Beliau mempertahankan tarawih sebagai bukan bidah, karena golongan Syiah telah menyerangnya sedemikian rupa.
Al-Turtusyî tidak pernah menyebut ataupun mengutuk maulid, meskipun ia pasti telah menyaksikannya sejak hal itu menjadi suatu perayaan umum selama hidupnya di Mesir, dan meskipun hal itu melibatkan lebih banyak orang daripada bidah-bidah lain yang ia sebutkan. Ini merupakan suatu pengabaian yang mencolok, dilihat dari fakta bahwa beliau tertarik secara khusus untuk memeriksa berbagai bidah yang beliau anggap berkaitan dengan Dinasti Fatimiah. Pengabaian oleh al-Turtusyî tersebut merupakan pertanda bahwa, sekalipun beliau menentang Fatimiah, beliau menganggap maulid di bawah Dinasti Fatimiah sebagai bukan suatu bidah, ataupun sesuatu yang patut dicela. Ini merupakan persetujuan diam-diam dari beliau terhadap maulid.

P. Bagaimana pendapat orang-orang yang dianggap sebagai sumber oleh kaum “Salafi” berkenaan dengan maulid?
J. Persoalan ini sudah disinggung di muka. Yang berikut merupakan catatan tambahan yang merujuk kepada Hafiz al-Dzahabî dan Imam Ibn Katsîr.
Pandangan al-Dzahabî dan Ibn Katsîr tentang dianjurkannya maulid dapat dipastikan dalam komentar mereka tentang Muzhaffar, seorang Raja Irbil yang sangat terkenal karena suka merayakan hari kelahiran Nabi saw secara mewah-meriah dan besar-besaran. Al-Dzahabî menulis:
Ia (Muzhaffar) sangat senang bersedekah … dan membangun empat rumah singgah untuk orang miskin dan orang sakit … dan satu rumah untuk kaum wanita, dan satu untuk yatim-piatu, dan satu untuk tunawisma, dan ia sendiri suka mengunjungi orang-orang sakit … Ia membangun madrasah untuk pengikut Syafii dan Hanafi … Ia akan melarang setiap hal tercela untuk memasuki negerinya. Adapun berkaitan dengan perayaan maulid Nabi saw yang mulia yang ia selenggarakan, kata-kata terlalu miskin untuk menggambarkannya. Orang-orang berdatangan dari mana-mana baik dari Irak atau Aljazair untuk mengikutinya. Dua podium kayu disiapkan dan dihiasi untuk dirinya dan istrinya … perayaan berlangsung beberapa hari. Sejumlah besar sapi dan unta dikeluarkan untuk disembelih dan dimasak dengan beragam cara … Para pendakwah menjelajahi daerah-daerah memberi nasihat kepada masyarakat. Dana besar dibelanjakan (sebagai sedekah). Ibn Dihyah mengarang buku tentang maulid untuknya, sehingga ia mendapatkan seribu dinar. Ia (Muzhaffar) adalah orang yang rendah hati, cinta pada kebaikan dan penganut Suni yang baik, yang mencintai para ulama fikih dan ulama hadis, serta sangat dermawan bahkan kepada para penyair. Menurut riwayat, ia meninggal terbunuh dalam peperangan.56
Dalam al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Ibn Katsîr berkata:
Ia (Muzhaffar) suka merayakan maulid yang agung ini pada bulan Rabiul Awal, dan untuk itu ia menyelenggarakan perayaan-perayaan besar. Ia raja yang bijak, berani, petarung yang sengit, pandai, terpelajar, dan adil. Semoga Allah swt merahmatinya dan memuliakan kuburannya. Syekh Abû al-Khaththâb ibn Dihyah mengarang untuknya sebuah buku mengenai maulid Nabi saw. yang berjudul al-Tanwîr fî Mawlid al-Basyîr al-Nadzîr (Cahaya Penerang tentang Hari Kelahiran Sang Pemberi Kabar-Baik-dan-Peringatan), dan raja pun memberinya hadiah sebanyak seribu dinar untuk buku tersebut. Ia memerintah sampai akhir hayatnya pada tahun 630 H pada saat mengepung tentara Perancis di kota Acca (Acre, Palestina) setelah hidup penuh kehormatan dan tanpa cela.57
Lebih penting lagi, Ibn Katsîr sendiri mengarang satu naskah tentang maulid yang mencakup hadis-hadis, doa-doa selawat kepada Nabi saw., dan syair-syair pujian kepada beliau.58

T. Siapakah ulama-ulama dari mazhab besar yang mengakui perayaan maulid sebagai sesuatu yang dibolehkan atau dianjurkan.
J. Mereka adalah mayoritas besar golongan Suni. Di antara mereka adalah seperti dalam daftar berikut, yang disusun bersama judul kitab di mana disebutkan pandangan mereka mengenai hal tersebut.
Mazhab Hanafi
Imam Quthb al-Dîn al-Hanafî dalam al-I‘lâm bi A‘lâm Bayt Allâh al-Harâm.
Imam Muhammad ibn Jâr Allâh ibn Zahirah, dalam al-Jamî‘ al-Lathîf.
Muhaddits ‘Abd al-Haqq al-Dihlawî dalam Mâ Tsabata min al-Sunnah.
Syah ‘Abd al-Rahîm al-Dihlawî dalam al-Durr al-Tsamîn.
Syah Walî Allâh dalam Fuyûdh al-Haramayn.
Mufti ‘Inâyat Allâh al-Kakurawî dalam Târîkh Habîb Allâh.
Mufti Muhammad Mazhhar Allâh al-Dihlawî dalam Fatâwâ Mazhharî.
Mulah ‘Alî al-Qârî dalam al-Mawrid al-Râwî fî Mawlid al-Nabî.
Haji Imdad Allâh Muhâjir al-Makkî dalam Syamâ’im Imdâdiyyah.
Muhaddits ‘Abd al-Hayy al-Lucknawî dalam Fatâwâ ‘Abd al-Hayy.
Mazhab Maliki
Hafiz Ibn Dihyah al-Kalbî dalam al-Tanwîr fî Mawlid al-Basyîr al-Nadzîr.
Imam al-Turtusyî dalam Kitâb al-Hawâdits wa al-Bida‘ (tidak langsung).
Imam Fakih Abû al-Thayyib Muhammad ibn Ibrâhîm al-Sabtî (w. 695), sebagaimana dikutip oleh al-Adfawî dalam Husn al-Maqshid karya al-Suyûthî.
Abû ‘Abd Allâh Sayyid Muhammad ibn ‘Abbâd al-Nafzî dalam al-Rasâ’il al-Kubrâ.
Syekh Jalâl al-Dîn al-Kattanî dalam Rawdhat al-Jannât fî Mawlid Khâtim al-Risâlât, juga dikutip dalam Subul al-Hudâ karya al-Sakhâwî.
Syekh Nâshir al-Dîn ibn al-Tabbâkh, dikutip dalam Subul al-Hudâ karya al-Sakhâwî.
Syekh Muhammad ibn ‘Alawî al-Makkî dalam al-Ihtifâl bi Dzikr al-Mawlid.
Mazhab Syafii
Hafiz Abû Syâmah dalam al-Bâ‘its ‘alâ Inkâr al-Bida‘ wa al-Hawâdits.
Hafiz Syams al-Dîn al-Jazâ’irî dalam ‘Urf al-Ta‘rîf bi al-Mawlid al-Syarîf.
Hafiz Syams al-Dîn ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî dalam al-Mawrid al-Sâdî fî Mawlid al-Hâdî; Jamî‘ al-Âtsâr fî Mawlid al-Nabî al-Mukhtâr; al-Lafzh al-Râ’iq fî Mawlid Khayr al-Khalâ’iq.
Hafiz Zayn al-Dîn al-‘Irâqî dalam al-Mawrid al-Hânî fî al-Mawlid al-Sânî.
Hafiz al-Dzahabî dalam Siyar A‘lâm al-Nubalâ’.
Hafiz Ibn Katsîr dalam Kitâb Mawlid al-Nabî dan al-Bidâyah, h. 272-273.
Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalânî sebagaimana dikutip oleh al-Suyûthî dalam al-Hâwî.
Al-Qasthallânî dalam al-Mawâhib al-Laduniyyah.
Hafiz al-Sakhâwî dalam Subul al-Hudâ, juga dikutip dalam al-Mawrid al-Râwî karya al-Qârî.
Imam Ibn Hajar al-Haytsamî dalam Fatâwâ Hadîtsiyyah; al-Ni‘mah al-Kubrâ ‘alâ al-‘Âlam fî Mawlid Sayyid Walad Âdam; Tahrîr al-Kalâm fî al-Qiyâm ‘inda Dzikr Mawlid Sayyid al-Anâm; Tuhfat al-Akhyâr fî Mawlid al-Mukhtâr.
Hafiz Wajîh al-Dîn ‘Abd al-Rahmân al-Zâbidî al-Daybah (w. 944) dalam Kitâb al-Mawlid.
Zhahîr al-Dîn Ja‘far al-Mishrî, dikutip dalam Subul al-Hudâ karya al-Sakhâwî.
Muhammad ibn Yûsuf al-Sâlihî al-Syâmî, dikutip dalam Subul al-Hudâ karya al-Sakhâwî.
Kamâl al-Dîn al-Adfawî dalam al-Tâlî al-Sâ’id.
Hafiz al-Suyûtî dalam “Husn al-Maqshid fî ‘Amal al-Mawlid” dalam al-Hâwî li al-Fatâwî.
Al-Zarqânî dalam Syarh al-Mawâhib.
Abû Dzurrah al-‘Irâqî, dikutip dalam Tashnîf al-Adhân karya Muhammad ibn Shiddîq al-Ghumarî.
Mazhab Hambali
Hafiz Ibn Taymiyyah dalam Iqtidâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm (dalam beberapa kasus).

T. Pembacaan riwayat hidup Nabi saw. dan pembacaan syair pujian kepada Nabi saw terjadi dalam peringatan maulid. Adakah contohnya dalam sunah?
J. Sudah ditunjukkan secara menyeluruh bahwa pembacaan syair dalam rangka memberi penghormatan kepada Nabi saw. adalah suatu sunah yang pernah beliau lakukan, juga oleh para sahabatnya.59 Berkenaan dengan pembacaan tentang sirah Nabi saw., ini termasuk suatu kewajiban atas setiap muslim untuk mengetahui Nabi saw. dan mencintainya.
Diriwayatkan dari Ibn ‘Umar:
Nabi saw. biasanya memberikan khotbah sambil berdiri di samping batang pohon kurma. Tatkala beliau mendapatkan mimbar buatan, beliau menggunakannya sebagai pengganti. Batang pohon kurma itu pun mulai menangis tersedu, kemudian Nabi saw. mendatanginya dan mengusap-usapkan tangannya di atasnya (untuk menghentikan tangisannya).60
Bila pohon yang mati saja akan menangis tatkala dijauhkan dari Nabi saw., bagaimana halnya dengan manusia? Berapa jauh jarak kita dari Nabi saw. dibandingkan dengan mereka yang hidup pada masanya? Apabila ada orang yang akan menuduh kaum muslim sebagai berbuat bidah tatkala mereka berkeinginan untuk mengingat Nabi saw. pada hari kelahirannya atau pada hari lainnya dengan membaca riwayat hidupnya, membacakan selawat kepadanya bersama-sama, menyanyikan qasidah pujian, dan merindukannya, cobalah mereka tuduhkan bidah kepada batang pohon itu dan hentikan ia dari kesedihannya. Muslimin menyambut gembira kedatangan beliau di muka bumi ini dan meratapi kepergiannya karena kita kehilangan beliau dan mencoba mencari hari untuk dapat bertemu dengannya. Semogalah Allah swt mengharumkan makamnya dan memberkatinya dengan cahaya dan kedamaian abadi.
Adapun merindukan Nabi saw. setelah beliau meninggalkan kehidupan ada sumbernya dari sunah. Ini tercatat dalam hadis yang dapat dipercaya. Dalam hadis tersebut Abû Hurayrah ra meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda, “Akan datang suatu masa, di antara kamu akan ada yang rindu untuk melihatku lebih daripada untuk memperbanyak keluarga dan kekayaannya.”61
Catatan:
25. Dari Majmû‘ Fatâwâ Ibn Taymiyyah, j. 23, h. 133, dan kitabnya Iqtidhâ’ al-Shirâth al-Mustaqîm, h. 294-295, bagian berjudul: “Perayaan yang diada-adakan pada waktu dan tempat tertentu (Mâ Uhditsa min al-A‘yâd al-Zamâniyyah wa al-Makâniyyah)”.
26. Sa‘îd Hawwâ, al-Sîrah bi Lughat al-Syi‘r wa al-Hubb; Ibn ‘Alawî al-Mâlikî, Mafâhim Yajibu an Tushahhah; al-Sayyid Hâsyim al-Rifâ‘î, Adillat Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ‘ah; dan ‘Abd al-Hayy al-Amrunî dan ‘Abd al-Karîm Murâd, Hawla Kitâb al-Hiwar ma‘a al-Mâlik.
27. Ibn Taymiyyah, Majmû‘ Fatâwâ Ibn Taymiyyah, 22:523, edisi Raja Khâlid ibn ‘Abd al-‘Azîz.
28. Ibn Hajar al-‘Asqalânî, al-Durar al-Kâminah fî ‘Ayn al-Mi’ah al-Tsâminah.
29. Ibn Katsîr, Mawlid Rasûl Allâh, editor Shalâh al-Dîn Munajjad (Beirut: Dâr al-Kitâb al-Jadîd, 1961).
30. Ibid., h. 19.
31. Al-Suyûthî, al-Hâwî li al-Fatâwî seperti disebutkan dalam The Reliance of the Traveller karya al-Mishrî, terjemahan oleh Nuh Ha Mim Keller, bagian w58.0.
32. Ahmad ibn Zaynî Dahlan, al-Sîrah al-Nabawiyyah wa al-Âtsâr al-Nabawiyyah, h. 51. Kutipan-kutipan selanjutnya kebanyakan diambil dari karya ini.
33. Imam al-Syawkânî, al-Badr al-Thâli‘.
34. Imam Abû Syâmah dalam kitabnya tentang bidah, al-Bâ‘its ‘alâ Inkâr al-Bida‘ wa al-Hawâdits.
35. Ibn al-Jawzî, Mawlid al-‘Arûs, Damaskus: Maktabat al-Hadhârah, 1955.
36. Imam al-Suyûthî, “Husn al-Maqshid fî ‘Amal al-Mawlid”, h. 54 dan 62.
37. Hadis ini terdapat dalam al-Bayhaqî, Sunan, j. 9, h. 300; dan al-Haytsamî, Majma‘ al-Zawâ’id, j. 4, h. 59, yang mengatakan bahwa al-Bazzâr dan al-Thabrânî meriwayatkannya, dan al-Thabrânî meriwayatkannya dengan sanad sahih.
38. Al-Suyûthî, h. 64-65.
39. Sumber-sumber: Abû Nu‘aym al-Ashbahânî mengutipnya dalam Hilyat al-Awliyâ’ (9:113); juga Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalânî dalam Fath al-Bârî, 13:253; juga Hafiz Ibn Rajab al-Hanbalî dalam Jamî‘ al-‘Ulûm wa al-Hikam, h. 291; Hafiz Abû Syâmah dalam al-Bâ‘its ‘alâ Inkâr al-Bida‘ wa al-Hawâdits, editor Masyhûr Hasan Salmân (Riyadh: Dâr al-Râyah, 1990/1410), h. 93; edisi Kairo, h. 12; Hafiz al-Turtusyî al-Mâlikî, Kitâb al-Hawâdits wa al-Bida‘, h. 158-159—dia sendiri membagi bidah ke dalam muharramah (dilarang), makrûhah (tak disukai), dan wâjibah (harus), h. 15; Hafiz al-Suyûthî menyinggungnya dalam pengantar untuk fatwanya tentang maulid, “Husn al-Maqshid fî ‘Amal al-Mawlid”, dalam al-Hawî li al-Fatâwî; Hafiz Ibn Taymiyyah, Dar’ Ta‘ârudh al-‘Aql wa al-Naql, editor Muhammad al-Sayyid Julaynid (Kairo: Muassasat al-Ahrâm, 1409/1998), h. 171: “al-Bayhaqî meriwayatkannya dalam al-Madkhal dengan sanad yang sahih.”; Hafiz al-Bayhaqî, Manâqib al-Syâfi‘î (1:469), dengan kata-kata begini, “Al-muhdatsah min al-umûr dharbâni, ahaduhumâ mâ uhditsa yukhâlifu kitâban aw sunnatan aw atsaran aw ijmâ‘an, fa hâdzihî al-bid‘ah al-dhalâlah, wa al-tsâniyah mâ uhditsa min al-khayr lâ khilâfa fîhi li wâhid min hâdzihî, wa hâdzihî muhdatsah ghayr madzmûmah (Perbuatan-perbuatan baru itu dua jenis, salah satunya perbuatan baru yang menyalahi Alquran atau sunah atau atsar atau ijmak, maka ini termasuk bidah sesat. Sedangkan yang kedua, perbuatan baru yang termasuk perbuatan baik yang tidak bertentangan dengan satu pun dari ketiganya itu, dan ini termasuk perbuatan baru yang tak dicela).”
40. Sumber-sumber: Hafiz al-Syâthibî, Kitâb al-I‘tishâm (edisi Beirut), 1:188; Hafiz Imam al-Nawawî, Kitâb al-Adzkâr (Beirut: al-Tsaqâfiyyah), h. 237; dan Tahdzîb al-Asmâ’ wa al-Lughah ([Cairo]: Idârat al-Thibâ‘ah al-Munîriyyah, [1927]?), 3:22; Hafiz Ibn ‘Âbidîn, al-Radd al-Mukhtâr (Queta, edisi Pakistan?), 1:376; Hafiz al-Suyûthî menyebutkannya dalam pengantar mengenai fatwanya tentang maulid, “Husn al-Maqshid fî ‘Amal al-Mawlid”, dalam al-Hawî li al-Fatâwî.
41. Abû Syâmah, al-Bâ‘its ‘alâ Inkâr al-Bida‘ wa al-Hawâdits, edisi Kairo, h. 13.
42. Al-Turkumânî al-Hanafî, Kitâb al-Luma‘ fî al-Hawâdits wa al-Bida‘ (Stuttgart, 1986), 1:37.
43. Ibn al-Hajj al-Abdarî al-Mâlikî, Madkhal al-Sya‘r al-Syarîf (Kairo, 1336 H), 2:115.
44. Al-Thahanawî al-Hanafî, Kasysyâf Ishthilâhât al-Funûn (Beirut, 1966), 1:133-135.
45. Diriwayatkan oleh al-Bukhârî.
46. Ibn Hajar, Fath al-Bârî (Kairo: al-Halabî, 1378/1959), 5:156-157; (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1410/1989), 4:318.
47. Imam al-Bayhaqî, Manâqib al-Syâfi‘î, 2:42-46.
48. Dari buku The Life of Muhammad, terjemahan dari kitab Ibn Ishâq, Sîrat Rasûl Allâh oleh A. Guillaume, h. 428.
49. Lihat al-Azraqî, Akhbâr Makkah, 2:160.
50. Al-Naqqâsy, Syifâ’ al-Gharâm, 1:199.
51. Ibn Jubayr, Kitâb al-Rihâl, h. 114-115.
52. Abû al-‘Abbâs dan Abû al-Qâsim al-Azafî, Kitâb al-Durr al-Munazhzham.
53. Buku ini ada dua edisi, edisi Tunis (M. Talbim, 1959), dan edisi Beirut (A.M. Turki, 1990).
54. Al-Wansyarisyî, seorang ulama mazhab Mâlikî yang meninggal pada 914, akhirnya menerimanya sebagai suatu bid‘ah mustahsanah. Lihat tulisannya, al-Mustahsan min al-Bida‘ (Bidah-bidah yang Dipandang Baik).
55. Al-Dzahabî, Siyar A‘lâm al-Nubalâ’, editor Syu‘ayb Arnaut (Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, 1981), 22:335-336.
56. Ibn Katsîr, al-Bidâyah wa al-Nihâyah (Beirut dan Riyadh: Maktabat al-Ma‘ârif dan Maktabat al-Nashr, 1966), 13:136-137.
57. Ibn Katsîr, Mawlid Rasûl Allâh Shalla Allâh ‘alayhi wa Sallama, diedit dan dicetak oleh Shalâh al-Dîn al-Munajjad (Beirut: Dâr al-Kitâb al-Jadîd, 1961).
58. Catatan: Di antara karya-karya serupa tentang maulid oleh para ulama yang ahli dan terpercaya adalah karya Ibn Hajar al-Haytsamî, Mawlid al-Nabî (Damaskus, 1900), dan karya Hafiz Abû al-Faraj ibn al-Jawzî dari mazhab Hanbalî, Mawlid al-‘Arûs (Kairo, 1850). Kitab terakhir ini diberi syarah dengan judul Fath al-Shamad al-‘Âlim ‘alâ Maulid al-Syaykh Ibn al-Qâsim, juga dikenal dengan al-Bulûgh al-Fawzî li Bayân Alfâzh Mawlid Ibn al-Jawzî oleh Muhammad al-Nawawî ibn ‘Umar ibn ‘Arabî (Kairo: dicetak dengan dana dari Fada Muhammad al-Kasymîrî al-Kutubî, 1328/1910).
59. Lihat lebih jauh nanti, pada bagian mengenai Na‘t, daftar yang memuat lebih dari seratus sahabat yang menggubah dan membacakan syair sejenis ini.
60. Shahîh al-Bukhârî, j. 4, bagian 56, nomor 783.
61. Shahîh al-Bukhârî, j. 4, bagian 56, nomor 787.
Sumber:
Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi SAW (Syekh Hisyam Kabbani QS)
Seri Akidah Ahlussunah, penerbit Serambi
Terjemahan dari:
The Prophet: Commemorations, Visitation and His Knowledge of the Unseen (Mawlid, ziyara, Ilm al-Ghayb), oleh Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs (KAZI Publications, 1998)
0 comments
Labels: , ,
01 March 2009

Sejarah Peringatan Mawlid
oleh Syekh Hisyam Kabbani QS

Peringatan Hari Kelahiran Nabi saw. di Mekah Menurut para Sejarawan Muslim, dan Peringatan Tempat Kelahiran Nabi saw.

Kota Mekah, ibu semua kota, semoga Allah swt memberkatinya, adalah pemimpin semua kota lain di seluruh dunia Islam dalam merayakan maulid, juga dalam hal-hal lain. Seorang sejarawan Mekah abad ketiga, al-Azraqî, menyebutkan bahwa rumah tempat Nabi saw. dilahirkan termasuk tempat di Mekah yang mustahabb (dianggap baik) untuk melaksanakan salat.19 Menurutnya, rumah tersebut pada masa lalu pernah dijadikan masjid oleh ibu dari dua khalifah, yaitu Mûsâ al-Hâdî dan Hârûn al-Rasyîd.
Ulama Alquran, al-Naqqâsy (266-351) menyebutkan bahwa tempat kelahiran Nabi saw. merupakan tempat di mana doa pada siang hari setiap Senin akan dikabulkan.20

Catatan Pertama tentang Perayaan Maulid
Sumber tertua yang menyebutkan peringatan maulid secara publik adalah karya Ibn Jubayr (540-614), Rihal:
Tempat yang diberkati ini (yaitu rumah Nabi saw.) dibuka, semua orang kemudian memasukinya untuk mendapatkan barakah darinya, pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal; karena pada hari dan bulan itulah Nabi saw. dilahirkan.21
Sejarawan abad ketujuh, yaitu Abû al-‘Abbâs al-Azafî dan putranya Abû al-Qâsim al-Azafî menulis hal berikut:
Jamaah haji yang saleh dan para pelancong terkemuka memberikan kesaksian bahwa, pada hari maulid, di Mekah tidak ada kegiatan yang dilakukan, tidak ada yang diperjual-belikan, selain kesibukan orang-orang yang mengunjungi tempat kelahiran Yang Mulia, dan bersegera memasukinya. Pada hari itu Kabah dibuka dan dapat dimasuki.22

Catatan Ibn Bathûthah tentang Maulid
Sejarawan kesohor abad kedelapan, Ibn Bathûthah, menceritakan bahwa pada setiap hari Jumat setelah salat, dan pada hari kelahiran Nabi saw., pintu Kabah dibuka oleh Ketua Bani Syaybah, pemegang kunci Kabah. Mengenai maulid, ia menceritakan bahwa kepala qadi Mekah (dari mazhab Syafii), Najm al-Dîn Muhammad ibn al-Imâm Muhy al-Dîn al-Thabarî, membagi-bagikan makanan kepada para syurafâ’ (keturunan Nabi saw.) dan semua orang Mekah yang lain.23

Catatan tentang Maulid pada Abad Ketiga
Gambaran berikut menggabungkan berbagai catatan kesaksian para tokoh abad ketiga, yaitu sejarawan Ibn Zahira al-Hanafî, Imam Ibn Hajar al-Haytsamî dan sejarawan al-Nahrawalî.
Setiap tahun pada tanggal 12 Rabiul Awal, setelah melaksanakan salat magrib, keempat qadi Mekah (masing-masing mewakili mazhab yang empat) dan kelompok-kelompok besar masyarakat, termasuk fukaha dan tokoh-tokoh kota Mekah, para syekh, guru-guru zawiyah dan para santrinya, kepala pemerintahan, dan para ilmuwan (muta’ammamîn, arti literalnya: ‘orang-orang yang diberi turban’) meninggalkan masjid dan berangkat bersama-sama mengunjungi tempat kelahiran Nabi saw. sambil melantunkan zikir dan tahlil (lâ ilâha illâ Allâh). Rumah-rumah di sepanjang jalur perjalanan diterangi dengan lampu-lampu dan lilin-lilin besar. Sebagian besar orang berhamburan. Mereka mengenakan pakaian spesial dan membawa anak-anak bersama mereka. Setelah tiba di tempat kelahiran, disampaikanlah suatu khotbah khusus untuk memperingati kelahiran Nabi saw., yang menguraikan berbagai keajaiban yang terjadi pada hari peristiwa tersebut. Setelah itu dibacakanlah doa untuk Khalifah, Amir Mekah, dan Qadi Syafii, dan semuanya berdoa dengan kerendahan hati. Sesaat sebelum salat isya dilaksanakan, seluruh orang balik dari tempat kelahiran Nabi saw. ke Masjidil Haram, yang sudah hampir penuh sesak, dan semua duduk bersaf-saf di bawah Maqam Ibrahim. Di masjid, seorang pengkhotbah pertama-tama membacakan tahmid (alhamdulillah) dan tahlil, dan sekali lagi doa untuk Khalifah, Amir Mekah, dan Qadi Syafii dibacakan. Setelah itu, azan untuk salat isya dikumandangkan. Setelah salat, kerumunan itu pun bubar.24

Maulid di Negara-Negara Islam Sekarang
Di setiap negeri muslim sekarang ini, selalu ada masyarakat yang merayakan hari kelahiran Nabi saw. Ini terjadi di Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Saudi Arabia,25 Sudan, Yaman, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, Mauritania, Jibouti, Somalia, Turki, Pakistan, India, Srilangka, Iran, Afghanistan, Azerbaijan, Uzbekistan, Turkestan, Bosnia, Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan banyak negeri Islam lainnya. Di kebanyakan negara Arab, hari itu merupakan hari libur nasional. Sementara negeri-negeri ini merayakan peristiwa tersebut, sungguhlah ganjil bila sekarang muncul sekelompok kecil yang lantang menyuarakan bahwa perayaan tersebut haram. Siapakah ulama-ulama yang menentang maulid ini, yang artinya sama saja menantang para tokoh hadis (huffâzh) dan para ulama umat seperti Abû Syâmah, al-‘Asqalânî, al-Suyûthî, al-Sakhâwî, al-Haytsamî, dan al-Qârî, yang telah menyatakan secara terbuka bahwa memperingati maulid adalah perbuatan baik? Bagaimana mungkin sebagian pengikut Salafi itu mengutuk sesuatu yang bahkan ulama dari kalangan mereka yang paling keras pun, yaitu Ibn Taymiyyah, membolehkannya dengan persyaratan-persyaratan tertentu, dan sesuatu yang dianjurkan oleh Ibn al-Jawzî dan Ibn Katsîr, yang menulis buku kecil khusus yang diberi judul Mawlid, yang berisi syair-syair dan kupasan kehidupan Nabi saw.?

Catatan
19. Al-Azraqî, Akhbâr Makkah, j. 2, h. 160.
20. Al-Naqqâsy dikutip al-Fasis, Syifâ’ al-Gharâm, j. 1, h. 199, dan yang lain.
21. Ibn Jubayr, Rihâl, h. 114-115.
22. Abû al-‘Abbâs al-Azafî dan putranya Abû al-Qâsim al-Azafî dalam kitab yang belum diterbitkan, Kitâb al-Durr al-Munazhzham.
23. Ibn Bathûthah, Rihlah, 1:309 dan 1:347.
24. Ibn Zhâhirah al-Hanafî, al-Jamî‘ al-Lathîf fi Fashl Makkah wa Ahlihâ, h. 326; Imam Ibn Hajar al-Haytsamî, Kitâb al-Mawlid al-Syarîf al-Mu‘azhzham, al-Nahrawalî, al-I‘lâm bi A‘lâm Bayt Allâh al-Harâm, h. 205. Gambaran yang sama diberikan oleh al-Diyarbakrî (wafat 960) dalam kitabnya, Târîkh al-Khâmis.

Sumber:
Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi SAW (Syekh Hisyam Kabbani QS)
Seri Akidah Ahlussunah, penerbit Serambi
Terjemahan dari:
The Prophet: Commemorations, Visitation and His Knowledge of the Unseen (Mawlid, ziyara, Ilm al-Ghayb), oleh Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs (KAZI Publications, 1998)

0 comments
Labels: , , ,
27 February 2009

Sepuluh Bukti dari Alquran dan Sunah bahwa Memperingati Kelahiran Nabi saw. Dapatlah Diterima
oleh Syekh Hisyam Kabbani QS
Perintah Meningkatkan Rasa Cinta dan Hormat kepada Nabi saw.
Pertama, Allah swt meminta Nabi saw. agar mengingatkan umatnya bahwa sangatlah penting bagi siapa saja yang menyatakan mencintai Allah swt untuk mencintai Nabi-Nya juga, “Katakanlah kepada mereka, ‘Jika kalian mencintai Allah swt, ikuti (dan cintai dan hormatilah) aku, niscaya Allah swt akan mencintai kalian’” (3:31).
Memperingati hari kelahiran Nabi saw. didorong oleh perintah untuk mencintai, menaati, mengingat, dan mengikuti contoh Nabi saw., serta merasa bangga dengannya sebagaimana Allah swt menunjukkan kebanggaan-Nya dengannya. Dalam Kitab Suci-Nya, Allah swt begitu membanggakannya dengan berfirman, “Sungguh engkau memiliki budi pekerti yang begitu agung” (68: 4).
Cinta kepada Nabi saw. dapat menjadi pembeda keimanan di antara kaum beriman. Dalam sebuah hadis sahih riwayat al-Bukhârî dan Muslim, Nabi saw. pernah bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman, sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai anak-anaknya, orang tuanya, dan semua orang.” Dalam hadis al-Bukhârî lainnya, beliau bersabda, “Tak seorang pun di antara kamu beriman sampai ia mencintaiku lebih dari ia mencintai dirinya sendiri.” ‘Umar ibn al-Khaththâb ra berkata, “Wahai Nabi saw, Aku sungguh mencintaimu melebihi diriku sendiri.”
Kesempurnaan iman tergantung pada cinta kepada Nabi saw., karena Allah swt dan para malaikat-Nya terus-menerus menyatakan penghormatannya, sebagaimana begitu jelas disebutkan dalam ayat berikut, “Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw” (33:56). Perintah Tuhan, “Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kepadanya,” segera menyusulnya, menambah jelas bahwa kualitas seorang mukmin sangat tergantung pada dan dijelmakan dengan pembacaan selawat kepada Nabi saw.

Nabi saw. Menekankan Hari Senin sebagai Hari Beliau Dilahirkan
Kedua, Abû Qatâdah al-Anshârî meriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Beliau kemudian menjawab, “Hari itu adalah hari saya dilahirkan dan hari saya menerima wahyu.”1
Syekh Mutawallî al-Sya‘râwî menulis, “Banyak peristiwa luar biasa terjadi pada hari kelahirannya sebagaimana disebutkan dalam hadis dan sejarah. Malam waktu Nabi saw dilahirkan tidaklah seperti malam-malam kelahiran manusia lainnya.” 2
Sedangkan menurut Ibn al-Hajj, “Adalah suatu keharusan bagi kita pada setiap hari Senin bulan Rabiul Awal untuk meningkatkan ibadah kita sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas karunia-Nya yang begitu besar yang telah diberikan kepada kita–yaitu diutusnya Nabi saw. untuk membimbing kita kepada Islam dan kedamaian … Nabi saw., ketika menjawab seseorang yang bertanya kepada beliau mengenai puasa di hari Senin, menyatakan, “Aku dilahirkan pada hari itu.” Oleh karena itu, hari tersebut memberikan kehormatan bagi bulan itu, karena itu adalah harinya Nabi saw. … dan beliau pun mengatakan, “Aku junjungan (sayyid) bagi semua anak-cucu Adam as, dan aku mengatakannya tanpa kesombongan” … dan beliau pun mengatakan, “Adam as dan siapa saja keturunannya akan berada di bawah benderaku pada Hari Peradilan kelak.” Hadis-hadis ini diriwayatkan oleh al-Syaykhâni (al-Bukhârî dan Muslim). Muslim dalam Shahîh-nya menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Pada hari itu, yaitu Senin, saya dilahirkan, dan pada hari itu pula risalah pertama disampaikan kepadaku.”3
Nabi saw. menaruh perhatian khusus pada hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah swt, karena memberinya kehidupan, dengan berpuasa pada hari itu, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abû Qatâdah. Nabi saw. menyatakan kebahagiaannya akan hari tersebut dengan berpuasa, yang merupakan sebentuk ibadah. Sebagaimana Nabi saw. telah memberi perhatian khusus pada hari tersebut dengan berpuasa, maka ibadah dalam bentuk apa saja untuk memberi perhatian khusus atas hari tersebut dapat pula dibenarkan. Meskipun bentuk ibadahnya berbeda, tetapi esensinya tetap sama. Oleh karena itu, berpuasa, memberi makan fakir miskin, berkumpul untuk melantunkan pujian kepada Nabi saw., atau berkumpul untuk mengingat perilaku dan budi pekerti baiknya, semuanya dapat dipandang sebagai cara menaruh perhatian khusus pada hari tersebut.4

Allah swt Berfirman, “Bergembiralah dengan Nabi saw”
Ketiga, Menyatakan kebahagiaan dengan kedatangan Nabi saw. adalah perintah Allah swt dalam Alquran, sebagaimana firman-Nya, “Dengan karunia Allah swt dan rahmat-Nya, maka hendaklah mereka bergembira” (10:58).
Perintah ini ada karena rasa senang dapat membuat hati merasa bersyukur atas rahmat Allah swt. Rahmat Allah swt mana yang lebih besar ketimbang diri Nabi saw. sendiri. Allah swt menyatakan, “Tiadalah Aku utus engkau kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (21:107).
Karena Nabi saw. diutus sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, maka merupakan suatu keharusan, tidak saja atas muslimin tetapi juga semua umat manusia untuk merayakan kehadirannya. Sayangnya, masih ada sebagian muslim yang tampil menolak perintah Allah swt untuk bersuka ria atas kelahiran Nabi-Nya.

Nabi saw. Memperingati Peristiwa-Peristiwa Besar dalam Sejarah
Keempat, Nabi saw. selalu membuat hubungan di antara peristiwa-peristiwa agama dan sejarah, sehingga bila tiba suatu hari ketika terjadi suatu peristiwa penting, beliau mengingatkan para sahabat untuk merayakan hari itu dan menegaskan keistimewaannya, meskipun peristiwa tersebut terjadi pada masa yang sangat lampau. Dasarnya dapat ditemukan dalam hadis berikut.
Tatkala Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura. Beliau bertanya mengenai hari tersebut, dan beliau diberi tahu bahwa pada hari itu Allah swt menyelamatkan Nabi mereka, yakni Musa as, dan menenggelamkan musuhnya. Karena itulah mereka berpuasa pada hari tersebut untuk bersyukur kepada Allah swt atas karunia ini.5
Pada saat itu juga Nabi saw. menanggapinya dengan hadis yang terkenal, “Kita lebih berhak atas Musa as daripada kalian,” dan beliau pun melakukan puasa pada hari itu dan hari sebelumnya.

Allah swt Berfirman, “Berselawatlah kepada Nabi saw”
Kelima, peringatan atas kelahiran Nabi saw. mendorong kita untuk berselawat kepada Nabi saw. dan menyampaikan pujian atasnya, yang menjadi suatu keharusan berdasarkan ayat, “Sesungguhnya Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat kepada Nabi saw. Wahai orang-orang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi saw dan ucapkanlah salam kepadanya dengan sepenuh hati” (33:56). Karena datang bersama-sama dan mengenang jasa-jasa Nabi saw. dapat membawa kita untuk berselawat dan memujinya, maka ini selaras dengan perintah Allah swt. Siapakah yang punya hak untuk mengingkari keharusan yang telah diperintahkan Allah swt kepada kita melalui Alquran? Manfaat yang dibawa oleh ketaatan pada perintah Allah swt dan cahaya yang dibawanya ke dalam hati tidaklah dapat diukur. Lebih jauh lagi, keharusan tersebut dinyatakan dalam bentuk jamak, yaitu Allah swt dan para malaikat-Nya berselawat dan mengucap salam kepada Nabi saw.—secara bersama-sama. Karena itu, sama sekali tidaklah benar mengatakan bahwa membaca selawat dan salam kepada Nabi saw. tak boleh dilakukan secara berkelompok, tetapi harus sendiri-sendiri.

Pengaruh Menyaksikan Peringatan Kelahiran Nabi terhadap Kaum Kafir
Keenam, mengungkapkan kegembiraan dan memperingati hari kelahiran Nabi saw., dengan karunia dan rahmat Allah swt, dapat mendatangkan keberuntungkan bagi orang kafir sekalipun.6 Imam al-Bukhârî menyatakan dalam hadisnya bahwa setiap hari Senin, Abû Lahab dibebaskan dari siksaannya di alam kubur, karena ia telah memerdekakan budak perempuannya, yaitu Tsuwaybah, pengasuh Nabi saw. Beberapa ulama, di antaranya Ibn Katsîr dan Ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî, mengatakan bahwa ini karena Abû Lahab sangat bergembira tatkala Tsuwaybah membawa kabar kepadanya tentang kelahiran keponakannya itu. Meskipun demikian, agaknya pemerdekaan ini terjadi pada saat Nabi saw sudah dewasa, yaitu pada saat hijrah ke Madinah.7
Tentang hal ini, Hafiz Syams al-Dîn Muhammad ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî menulis bait syair berikut, “Bila ini, seorang kafir yang dikutuk untuk kekal di neraka dengan ucapan ‘celakalah kedua tangannya’ (Q. 111), dikatakan menikmati masa tenang pada setiap hari Senin, karena ia bergembira dengan (kelahiran) Ahmad saw, lantas bagaimana menurutmu seorang hamba yang, sepanjang hidupnya, bergembira dengan Ahmad saw, dan meninggal seraya mengucap, ‘Ahad (Esa)’”8

Keharusan Mengetahui Sirah Nabi saw. dan Meniru Perilakunya
Ketujuh, kita dituntut untuk mengetahui Nabi saw., baik kehidupannya, mukjizatnya, kelahirannya, perilakunya, keimanannya, tanda-tanda (kenabian)-nya, khalwatnya, ataupun ibadahnya. Tidakkah mengetahui hal-hal seperti ini merupakan keharusan bagi setiap muslim?
Apa lagi yang lebih baik dari merayakan dan memperingati kelahirannya, yang mewakili babak penting hidupnya, untuk dapat memahami kehidupannya? Memperingati kelahirannya akan mengingatkan kita tentang segala hal lain yang berhubungan dengan kehidupannya, sehingga memungkinkan kita untuk mengenal perjalanan hidup (sirah) Nabi saw. dengan lebih baik. Kita akan lebih siap untuk menjadikan Nabi saw. sebagai panutan, memperbaiki diri kita, dan meniru kepribadian beliau. Itulah mengapa perayaan hari kelahirannya merupakan suatu karunia besar bagi seluruh umat muslim.

Nabi saw. Setuju dengan Syair Pujian Terhadapnya
Kedelapan, sudah diketahui benar bahwa pada masa Nabi saw., para penyair berdatangan ke hadapannya dengan berbagai jenis karyanya yang berisi pujian terhadapnya. Mereka menulis dalam syair-syair tersebut tentang perang dan panggilan jihadnya, juga tentang para sahabatnya. Ini dapat ditemukan dalam berbagai syair yang dikutip dalam sirah Nabi saw. yang disusun oleh Ibn Hisyâm, al-Wâqidî, dan yang lain. Nabi saw. sangat senang dengan syair yang bagus, sebagaimana diriwayatkan al-Bukhârî dan yang lain bahwa beliau bersabda, “Dalam syair itu ada hikmah (kata-kata bijak).”9 Paman Nabi saw., al-‘Abbâs, menggubah sebuah syair yang menyanjung kelahiran Nabi saw, yang memuat bait-bait berikut:
Tatkala engkau dilahirkan, bumi bersinar terang,
Dan cakrawala benderang penuh cahayamu,
Sehingga kami dapat tembus memandang,
Segala syukur kupanjatkan atas sinar terang,
Cahaya dan jalan yang menunjuki itu.10
Ibn Katsîr menyebutkan fakta bahwa, menurut para sahabat, Nabi saw. memuji namanya sendiri dan membacakan syair tentang dirinya di tengah-tengah Perang Hunain untuk membangkitkan semangat para sahabatnya dan membuat takut musuh-musuhnya. Pada hari itu beliau mengatakan: “Akulah Nabi saw! Ini bukan kebohongan. Aku anak ‘Abd al-Muthâlib.”
Nabi saw. merasa senang dengan orang-orang yang menyampaikan pujian kepadanya, karena itu merupakan perintah Allah swt dan beliau pun suka memberi mereka sesuatu yang Allah swt anugerahkan kepadanya. Allah swt sudah pasti sangat menyenangi orang-orang yang berkumpul dan berusaha mengenali dan mencintai Rasulullah saw.

Menyanyi dan Membacakan Syair
Ada keterangan kuat bahwa Nabi saw. menyuruh ‘Â’isyah membiarkan dua gadis menyanyi pada hari raya. Beliau berkata kepada Abû Bakr, “Biarkanlah mereka menyanyi, karena setiap bangsa memiliki hari rayanya, dan hari ini adalah hari raya kita.” Ibn al-Qayyim berkomentar bahwa Nabi saw. juga mengizinkan menyanyi pada perayaan perkawinan, dan membolehkan syair dibacakan kepadanya.11 Beliau mendengarkan Anas dan para sahabatnya yang memuji-mujinya dan membacakan syair-syair sambil menggali tanah sebelum terjadinya Perang Khandak (Parit) yang terkenal itu; beliau mendengarkan mereka yang mengatakan: “Kitalah orang-orang yang memberikan baiat (sumpah setia) kepada Muhammad saw untuk berjihad sepanjang hayat.”
Ibn al-Qayyim juga menyebutkan bahwa ‘Abd Allâh ibn Rawâhah membacakan sebuah syair panjang yang memuji-muji Nabi saw. tatkala beliau memasuki Mekah, yang setelah itu Nabi saw. berdoa untuknya. Nabi saw. berdoa agar Allah swt memberi kekuatan kepada al-Hasan ibn Tsâbit dengan ruh suci sehingga ia dapat mendukung Nabi saw. dengan syair-syairnya. Demikian pula, Nabi saw. pernah menghadiahi Ka‘b ibn Zuhayr sebuah jubah karena syair pujiannya. Nabi saw. pernah meminta al-Syarîd ibn Suwayd al-Tsaqafî untuk membacakan sebuah syair pujian sepanjang seratus bait yang digubah oleh Umayyah ibn Abî al-Salt.12 Ibn al-Qayyim melanjutkan, “‘Â’isyah selalu membacakan syair-syair yang memujinya dan beliau pun merasa senang dengannya itu.”
Umayyah ibn Abî al-Salt adalah seorang penyair jahiliah yang meninggal sebelum Islam datang. Ia seorang saleh yang tidak lagi minum khamar ataupun menyembah berhala.13 Bagian dari syair pujian yang mengiringi penguburan Nabi saw. yang dibacakan oleh al-Hasan ibn Tsâbit, menyatakan:
Aku katakan, dan tak seorang pun dapat menemukan cela dari ucapanku
Kecuali orang yang telah kehilangan segala akal sehatnya:
Aku tidak akan pernah berhenti menyanjung dan memujinya
Karena dengan berbuat begitu, mungkin aku akan kekal di dalam surga
Bersama Sang Pilihan, yang dorongannya untuk itu aku harapkan.
Dan untuk mencapai hari itu, segala ikhtiarku kupertaruhkan.14

Membaca Alquran dan Melagukannya
Ibn al-Qayyim mengatakan dalam Madârij al-Sâlikîn,
Allah swt telah membolehkan Nabi-Nya saw. membaca Alquran dengan cara dilagukan. Abû Mûsâ al-Asy‘arî ra suatu kali membaca Alquran dengan suara merdu, sementara Nabi saw mendengarkannya. Setelah ia selesai, Nabi saw. mengucapkan selamat kepadanya atas bacaannya dengan suara merdu dan berkata: “Engkau memiliki suara yang indah.” Beliau pun menyatakan tentang Abû Mûsâ al-Asy‘arî bahwa Allah swt telah memberinya satu dari mizmar (seruling) Dâwud. Kemudian Abû Mûsâ ra berkata: “Ya Rasulullah saw, kalau saja aku tahu bahwa engkau mendengarkanku, aku pasti akan membacakannya dengan suara yang jauh lebih merdu dan lebih indah yang belum pernah engkau dengar sebelumnya.”
Ibn al-Qayyim juga meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Hiasilah Alquran dengan suara-suaramu,” dan “Barang siapa tidak melagukan Alquran bukanlah dari golongan kita.” Ibn al-Qayyim kemudian mengomentari:
Mendapatkan kesenangan dengan suara indah adalah diperbolehkan, sebagaimana mendapat kesenangan dengan pemandangan yang indah, seperti gunung atau alam, atau dari wewangian, atau makanan lezat, selama sesuai dengan syariah. Apabila mendengarkan suara yang indah diharamkan, maka mencari kesenangan dengan semua hal-hal lainnya pun diharamkan juga.

Nabi saw. Membolehkan Bermain Gendang Bila dengan Niat Baik
Ibn ‘Abbâd, seorang ahli hadis, memberikan fatwa berikut dalam Rasâ’il-nya. Ia memulai dengan sebuah hadis,
Seorang gadis datang kepada Nabi saw. ketika beliau baru pulang dari salah satu peperangan. Gadis itu berkata: “Ya Rasulullah saw, saya telah bersumpah kepada Allah swt bahwa bila Allah swt mengirim engkau kembali dalam keadaan selamat, saya akan memainkan gendang ini di dekatmu.” Nabi saw. kemudian berkata: “Tunaikanlah sumpahmu itu.”15

Ibn ‘Abbâd kemudian melanjutkan:
Tidak syak lagi bahwa menabuh gendang merupakan sejenis hiburan, meskipun demikian Nabi saw. menyuruh gadis tersebut untuk menunaikan sumpahnya. Beliau melakukannya karena niatnya adalah untuk menyambut beliau karena telah pulang dengan selamat, dan niatnya itu suatu niat baik, bukan niat melakukan dosa atau membuang waktu. Karena itu, bila ada orang yang merayakan saat-saat kelahiran Nabi saw. dengan cara yang baik dan dengan niat yang baik seperti dengan membaca sirah Nabi dan menyampaikan puji-pujian kepadanya, maka itu diperbolehkan.

Nabi saw. Menaruh Perhatian Khusus pada Kelahiran Para Nabi
Kesembilan, Nabi saw. dalam hadisnya memberikan perhatian khusus pada hari dan tempat kelahiran nabi-nabi terdahulu. Sehubungan dengan keistimewaan Jumat sebagai hari besar, Nabi saw. mengatakan, “Pada hari tersebut (yaitu Jumat), Allah swt menciptakan Adam as.” Dengan demikian, hari Jumat diberi penekanan karena Allah swt menciptakan Adam as pada hari tersebut. Hari tersebut diberi perhatian khusus karena hari tersebut menyaksikan penciptaan seorang nabi dan bapak semua umat manusia. Bagaimana halnya dengan hari ketika seorang nabi teragung dan manusia terbaik diciptakan? Nabi saw. bersabda: “Sungguh Allah swt telah menciptakanku sebagai Penutup para Nabi (khatam al-nabiyyîn) sementara Adam as di antara air dan tanah.”16

Mengapa al-Bukhârî Memberi Perhatian Khusus pada Kematian di Hari Senin
Imam al-Qasthallânî, dalam komentarnya atas al-Bukhârî, mengatakan:
Dalam bagian “al-Jana’aiz (Jenazah)”, al- Bukhârî menamai satu bab utuh “Mati pada Hari Senin”. Di dalamnya ada sebuah hadis dari ‘Â’isyah as yang meriwayatkan pertanyaan dari ayahnya (Abû Bakr al-Shiddîq ra), “Pada hari apakah Nabi saw. wafat?” Ia menjawab: “Hari Senin.” Beliau bertanya: “Hari apa sekarang?” Ia menjawab: “Ayah, sekarang hari Senin.” Abû Bakr ra pun kemudian mengangkat tangannya dan berkata: “Ya Allah swt aku memohon kepadamu biarkanlah aku meninggal pada hari Senin agar bersamaan dengan hari wafatnya Nabi saw.”
Imam al-Qasthallânî melanjutkan:
Mengapa Abû Bakr ra memohon agar kematiannya terjadi pada hari Senin? Karena dengan begitu, kematiannya akan bersamaan hari dengan hari wafatnya Nabi saw., maksudnya untuk mendapatkan barakah dari hari tersebut … Apakah ada orang yang akan mencela permohonan Abû Bakr ra untuk meninggal pada hari tersebut untuk mendapatkan barakah? Pada masa sekarang, mengapa ada orang-orang yang mencela kegiatan merayakan dan memberi perhatian khusus pada hari kelahiran Nabi saw. dengan maksud memperoleh keberkahan?

Nabi saw. Memberi Perhatian pada Tempat Kelahiran Para Nabi
Sebuah hadis yang dianggap sahih oleh Hafiz al-Haytsamî menyatakan bahwa, pada malam Isra Mikraj, Nabi saw. disuruh oleh Jibril as untuk salat dua rakaat di Bayt Lahm (Bethlehem). Jibril as bertanya kepadanya, “Tahukah engkau di manakah engkau melakukan salat?” Ketika Nabi saw. bertanya kepadanya “Di mana?” Ia memberi tahu beliau, “Engkau salat di tempat Isa dilahirkan.”17

Ijmak Ulama tentang Peringatan Maulid Nabi saw.
Kesepuluh, memperingati hari kelahiran Nabi saw. merupakan suatu tindakan yang telah dan masih disepakati oleh para ulama di dunia Islam. Untuk alasan inilah, hari tersebut dijadikan sebagai hari libur di semua negara muslim. Allah swt tentu meridainya karena selaras dengan perkataan Ibn Mas‘ûd, “Apa saja yang dipandang baik oleh mayoritas muslimin, itu baik di sisi Allah swt; dan apa saja yang dipandang buruk oleh mayoritas muslimin, itu buruk di sisi Allah swt.”18

Catatan:
1. Shahîh Muslim, “Kitâb al-Shiyâm”.
2. Peristiwa-peristiwa ini dan hadis yang berkaitan, seperti bergoncangnya istana Kisra, padamnya api seribu tahun di Persia, dan sebagainya, diceritakan dalam al-Bidâyah karya Ibn Katsîr, j. 2, h. 265-268.
3. Ibn al-Hajj, Kitâb al-Madkhal, 1:261.
4. Lihat juga hadis tentang meninggal pada hari Senin di bawah.
5. Al-Bukhârî dan yang lain.
6. Kisah ini disebutkan dalam Shahîh al-Bukhârî.
7. Hadis ini disebutkan al-Bukhârî dalam bagian “al-Nikâh” dan yang lain. Ibn Katsîr menyebutkannya dalam, Sîrat al-Nabî (1:124), Mawlid al-Nabî (h. 21), dan al-Bidâyah (h. 272-273). Ada keraguan berkenaan dengan adanya hubungan antara pembebasan Tsuwaybah dan kelahiran Nabi saw. Riwayat al-Bukhârî, demikian pula dengan riwayat Muslim, al-Nasâ’î dan Ahmad, dalam hal ini membingungkan: Ursah menceritakan, Tsuwaybah adalah budak perempuan Abû Lahab yang telah dimerdekakan dan dibebaskan olehnya, dan pernah menyusui Nabi saw. Ketika Abû Lahab meninggal, salah seorang familinya bermimpi melihat ia dalam keadaan yang sangat buruk dan bertanya kepadanya, “Apa yang engkau rasakan?” Abû Lahab berkata, “Aku tak pernah merasakan istirahat sejak meninggalkanmu, selain aku diberi air untuk minum di sini (ruang antara ibu jarinya dan jari-jarinya yang lain) dan itu karena aku memerdekaan Tsuwaybah.” Keterangan dari Ibn Sa‘ad dalam Thabaqât menunjukkan bahwa Abû Lahab memerdekakan Tsuwaybah dalam kaitannya dengan hijrah Nabi saw. Sumbernya adalah penjelasan dalam al-Ishâbah karya Ibn Hajar, yaitu dalam bagian tentang perempuan, di bawah judul “Tsuwaybah” (8:36), yang menyebutkan riwayat dari Ibn Sa‘ad dalam Thabaqât, bab tentang orang-orang yang mengasuh Nabi saw: “Tsuwaybah adalah pengasuh yang memberi susu kepada Nabi saw dan beliau memperlakukannya sebagai keluarga selagi beliau di Mekah, dan Khâdijah memperlakukannya dengan penuh hormat; pada waktu itu ia masih dimiliki oleh Abû Lahab dan Khâdijah pernah memintanya untuk menjualnya kepadanya, tetapi ia menolak. Ketika Nabi saw. berhijrah, Abû Lahab memerdekakannya.”
8. Hafiz Syams al-Dîn Muhammad ibn Nâshir al-Dîn al-Dimasyqî, Mawrid al-Sâdî fî Mawlid al-Hâdî.
9. Al-Adab al-Mufrad.
10. Teks ini ditemukan dalam al-Suyûthî, “Husn al-Maqshid”, h. 5; dan Ibn Katsîr, Mawlid, h. 30; juga Ibn Hajar, Fath al-Bârî.
11. Ibn al-Qayyim, Madârij al-Sâlikîn.
12. Diriwayatkan oleh Muslim.
13. Diceritakan oleh al-Dzahabî, Siyar A‘lâm al-Nubalâ’ (2:23)
14. Catatan Ibn Hisyâm untuk kitabnya, Sîrat Rasûl Allâh, terjemahan A. Guillaume, cetakan ke-9 (Karachi: Oxford U. Press, 1990), h. 797.
15. Hadis ini terdapat dalam kitab-kitab-hadis Abû Dâwud, al-Tirmidzî, dan Ahmad.
16. Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad, al-Bayhaqî dalam Dalâ’il al-Nubuwwah, dan yang lain; diakui kesahihannya dan dapat dipercaya.
17. Diriwayatkan dari Syaddâd ibn Aws oleh al-Bazzâr, Abû Ya‘lâ, dan al-Thabrânî. Al-Haytsamî mengatakan dalam Majma‘ al-Zawâ’id (1:47), “Periwayatnya adalah para penyusun himpunan hadis-hadis sahih.” Ibn Hajar menyebutkan hadis ini dalam Fath al-Bârî (7:199) tanpa mengatakan sesuatu yang menentangnya.
18. Diceritakan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad yang sahih.

Sumber:
Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi SAW (Syekh Hisyam Kabbani QS)
Seri Akidah Ahlussunah, penerbit Serambi
Terjemahan dari:
The Prophet: Commemorations, Visitation and His Knowledge of the Unseen (Mawlid, ziyara, Ilm al-Ghayb), oleh Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs (KAZI Publications, 1998)

0 comments
Labels: , ,
26 February 2009

Menjadi Nomor Satu di Hadapan Allah SWT
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QSA'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iinSemua nabi dan umatnya menghormati hari-hari suci dengan berpuasa. Nabi suci SAW pernah mengatakan, “Jika aku mencapai tahun depan, aku akan berpuasa pada hari itu.” Masyarakat Yahudi juga berpuasa sehari saja pada hari tertentu, dan Rasulullah SAW mengatakan, “Kita jangan melakukan seperti apa yang orang Yahudi lakukan. Kita harus merayakan dan beribadah pada Tuhan dengan cara lain. Jika mereka puasa satu hari, kita harus berpuasa dua atau tiga hari.” Nabi SAW tidak suka mengikuti cara agama lain beribadah. Segalanya dalam Islam adalah orisinal, tidak diambil dari sini atau sana. Tidak dari kitab Taurat dan Musa AS, Injil dan Yesus AS. Tidak perlu mengekor agama lain seperti Yahudi dan Kristen karena mereka terbatas.Nabi-nabi mereka dikirim bagi orang-orang Israel, bukan bagi yang lain. Namun nabi penutup SAW dikirim bagi seluruh bangsa, seluruh umat manusia. Islam sangat orisinal dan tidak terbatas. Aturan Sayyidina Muhammad SAW—syariat, adalah baru dan orisinal. Untuk itu beliau tidak pernah suka mengikuti masyarakat alkitab, seperti penganut Yahudi dan penganut Kristen.Namun sekarang umat Muslim sedang meninggalkan keorisinalannya dan mengikuti Kristen dan Yahudi, dan sungguh memalukan jika mereka mengubah cara mereka, cara islami. Jika kalian mempunyai kesempatan menjadi nomor 1 di antara yang lain atau di Hadirat Allah SWT – jangan lewatkan hal itu sehingga menjadi nomor 2. Islam adalah nomor satu. Jangan pernah mengubah itu, jangan ikuti aturan Kristen dan Yahudi. Jangan! Kita memiliki kehormatan penuh dalam Hadirat Allah SWT, dan kita memiliki aturan-aturan yang penuh dengan orisinal. Namun masyarakat sekarang menerima menjadi nomor ke-sejuta, bukan nomor satu, dua atau tiga. Ini juga karakteristik dari ego. Ego kita yang mewakili kemalasan... tidak seorang pun mau mengatasi kemalasan ego kita. Sehingga kita mengatakan, “Tidak apa-apa, kami baik-baik saja, tidak perlu menjadi nomor satu atau menjadi pemenang. Ini pun sudah cukup, kami bahagia menjadi menjadi nomor terakhir, hingga tak seorang pun mengejar kami atau mengikuti kami dan kami bebas menjadi para sultan bagi mereka yang malas.“Inilah opini bagi ego kita, dan menjadikan umat muslim tidak terhormat. Tidak ada kehormatan dalam diri mereka. Muslim abad ke-20 tidak mengikuti aturan-aturan Islam, karena jika mereka mengikutinya, mereka akan menjadi nomor satu. Dan mereka mengatakan, “Kami ini orang yang sangat rendah hati dengan menjadi nomor terakhir, daripada menjadi nomor satu.” Untuk itulah Allah SWT membuat mereka menjadi tidak terhormat. Di mana pun saat ini, nonmuslim tidak mau menerima umat muslim berada dalam tingkatan mereka. Mereka mengatakan, “Mereka harus jadi yang terakhir, dan kita menjadi yang pertama. Kita bisa menggunakan mereka seperti kita menggunakan binatang, dan mereka bahagia menjadi hewan.” Dan saya prihatin mendengarnya, namun umat muslim bahagia menjadi pelayan-pelayan para nonmuslim, bekerja pada mereka. Dan pekerjaan mereka kadang pekerjaan yang paling kotor. Masyarakat muslim yang peniru amat senang mengikuti masyarakat barat. Dengan opini seperti ini, tidak ada kesempatan bagi dunia muslim menjadi nomor satu di bumi ini. Selalu Kristen yang menjadi nomor satu, karena Muslim mengejar peradaban barat dan meminta untuk membaratkan dunia Muslim. Kalian pasti meninggalkan Islam pada sisi ini, jika kalian diminta untuk menjadi barat dan meloncat ke sisi barat bersama mereka. Nabi suci kita SAW meminta kita agar tidak mengikuti dunia non muslim, Kristen atau Yahudi, orang-orang alkitab – kalau tidak kalian akan hilang kehormatan di Hadirat Tuhan. Kalian tidak akan dihormati di antara bangsa-bangsa dan di Hadirat Tuhan. Namun sekarang masyarakat mengejar negara-negara barat, meninggalkan syariat dan meminta agar pemerintahannya di westernisasi: Malaysia, Indonesia, Pakistan, India, Sri Lanka, Afghanistan, Iran, Saudi, Turki, Suriah, Mesir, Sudan, Libia, Tunisia, Algeria, Moroko...Mereka berpikir bahwa jika tidak di-westernisasi, pemerintahan dan bangsa-bangsa barat tidak akan menerima mereka. Ya, memang benar, tetapi Allah SWT menerima kita… namun bangsa Islam membuang kehormatan itu dan mengatakan, “Kami memilih kehormatan kami di hadapan negara-negara barat, bukan di Hadirat Ilahi.” Semoga Allah SWT mengampuni kita dan memberkahi kalian... Fatiha.Wa min Allah at tawfiq
0 comments
Labels: , , ,
25 February 2009

Penciptaan Nur Muhammad SAW
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
http://nurmuhammad.com/NurNabi/creationlightofmuhammad.htm
(alih bahasa: Eyang Sutono)
Suatu hari Sayyidina Ali, karam Allahu wajhahu, misan dan menantu Nabi Suci SAW bertanya, “Wahai Muhammad SAW, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon ceritakanlah padaku apa yang diciptakan Allah SWT sebelum semua makhluk diciptakan?”

Berikut ini adalah jawaban beliau yang indah:

Sesungguhnya, sebelum Rabb-mu menciptakan yang lainnya, Dia menciptakan Nur Nabimu dari Nur-Nya, dan Nur itu diistirahatkan haithu masyaAllah, di mana Allah SWT menghendakinya untuk beristirahat. Dan pada waktu itu tidak ada hal lainnya yang hadir – tidak ada Lawhul Mahfuzh, tidak ada Qalam, Surga maupun Neraka, tidak ada Malaikat Muqarrabin (Angelic Host), tidak ada langit maupun bumi; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jinn, manusia ataupun malaikat – belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini.

Kemudian Allah SWT, Subhanallah, dengan Iradat-Nya, Dia menghendaki adanya ciptaan. Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan Qalam, dari bagian kedua Lawhul Mahfuzh, dari bagian ketiga Arsy.

Kini telah diketahui bahwa ketika Allah SWT menciptakan Lawhul Mahfuzh dan Qalam, pada Qalam itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah SWT kemudian memerintahkan Qalam untuk menulis, dan Qalam bertanya, “Ya Allah, apa yang harus kutulis?” Allah SWT berkata, “Tulislah: laa ilaha illAllah, Muhammadan Rasulullah SAW.” Terhadap hal itu Qalam berseru, “Oh, sungguh sebuah nama yang indah dan agung - Muhammad SAW- bahwa dia disebut bersama Asma-Mu yang Suci, yaa Allah.”

Allah SWT kemudian berkata, “Wahai Qalam, jagalah kelakuanmu! Nama ini adalah nama Kekasih-Ku, dari Nurnya Aku menciptakan Arsy, Qalam dan Lawhul Mahfuzh; jadi engkau juga diciptakan dari Nur-nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun.” Ketika Allah SWT telah mengucapkan kalimat tersebut, Qalam itu terbelah dua karena takutnya terhadap Allah SWT, dan tempat dari mana ucapannya tadi keluar menjadi tertutup/terhalangi dan hingga kini ujungnya tetap terbelah dua dan tersumbat, sehingga dia tidak lagi menulis, sebagai tanda dari rahasia ilahiah yang agung. Oleh sebab itu, jangan sampai ada satu orang pun yang gagal dalam memuliakan dan menghormati Nabi Suci SAW, atau menjadi lalai dalam mengikuti suri teladan beliau yang baik, atau membangkang dan meninggalkan kebiasaan mulia yang diajarkannya kepada kita.

Kemudian Allah SWT memerintahkan Qalam untuk menulis. “Apa yang harus aku tulis, Ya Allah?” tanya Qalam. Kemudian Rabbal `Alamin berkata, “Tulislah semua yang akan terjadi sampai Hari Pengadilan!” Qalam berkata, “Ya Allah, dari mana aku harus memulai?” Allah SWT berfirman, “Kamu harus memulai dengan kata-kata ini, Bismillah al-Rahmaan al-Rahiim.” Dengan rasa hormat dan takut yang sempurna, kemudian Qalam bersiap untuk menulis kata-kata itu pada Lawhul Mahfuzh, dan dia menyelesaikan tulisan itu dalam waktu 700 tahun.

Ketika Qalam telah menulis kata-kata itu, Allah SWT berbicara dan berkata, “Engkau telah memakan waktu 700 tahun untuk menulis tiga Nama-Ku; Nama Keagungan-Ku, Kasih Sayang-Ku dan Empati-Ku. Tiga kata-kata yang penuh berkah ini Aku buat sebagai hadiah bagi ummat Kekasih-Ku Muhammad SAW.”

Dengan Keagungan-Ku, Aku berjanji bahwa bilamana hamba mana pun dari ummat ini menyebutkan kata ‘Bismillaah’ dengan niat yang murni, Aku akan menulis 700 tahun pahala yang tak terhitung untuknya, dan 700 tahun dosa akan Ku hapuskan.”
Kemudian bagian keempat dari Nur itu, Aku bagi lagi menjadi empat bagian:
· Dari bagian yang pertama Aku ciptakan Malaikat Penyangga Singgasana (hamalat al-`Arsy);
· Dari bagian kedua Aku telah ciptakan Kursi, majelis Ilahiah (Langit atas yang menyangga Singgasana Ilahiah, `Arsy);
· Dari bagian ketiga Aku ciptakan seluruh malaikat langit lainnya;
· Dan bagian keempat Aku bagi lagi menjadi empat bagian: dari bagian pertama, Aku membuat semua langit; dari bagian kedua, Aku membuat bumi-bumi; dari bagian ketiga, Aku membuat Jinn dan api. Bagian keempatnya Aku bagi lagi menjadi empat bagian: dari bagian pertama, Aku membuat cahaya yang menyoroti muka kaum beriman; dari bagian kedua Aku membuat cahaya di dalam hati mereka, merendamnya dengan ilmu ilahiah; dari bagian ketiga, Ku-ciptakan cahaya bagi lidah mereka yang adalah cahaya Tawhid (Hu Allahu Ahad); dan dari bagian keempat, Aku membuat berbagai cahaya dari ruh Muhammad SAW.
· Ruh yang cantik ini diciptakan 360.000 tahun sebelum penciptaan dunia ini.
· Ruh itu dibentuk dengan sangat cantik dan dibuat dari bahan yang tak terbandingkan.
· Kepalanya dibuat dari petunjuk, lehernya dibuat dari kerendahan hati.
· Matanya dari kesederhanaan dan kejujuran, dahinya dari kedekatan (kepada Allah SWT).
· Mulutnya dari kesabaran, lidahnya dari kesungguhan.
· Pipinya dari cinta dan kehati-hatian,
· Perutnya dari tirakat terhadap makanan dan hal-hal keduniaan.
· Kaki dan lututnya dari mengikuti jalan lurus.
· Hatinya yang mulia dipenuhi dengan rahman.
· Ruh yang penuh kemuliaan ini diajari dengan rahmat dan dilengkapi dengan adab semua kekuatan yang indah. Kepadanya diberikan risalah-Nya dan kualitas kenabiannya dipasang.
· Kemudian Mahkota Kedekatan Ilahiah dipasangkan pada kepalanya yang penuh berkah, masyhur dan tinggi di atas semua lainnya, didekorasi dengan Ridha Ilahiah dan diberi nama Habibullah (Kekasih Allah SWT) yang murni dan suci.

Dua belas Tabir {12 Bulan, 12 Rabiul Awal, 12 suku, 12 Menunjukkan Penuntasan}

Sesudah itu Allah SWT menciptakan dua belas tabir.
Pertama adalah Tabir Kekuatan di mana Ruh Nabi SAW bermukim (tinggal) selama 12.000 tahun, membaca Subhana rabbi al-’ala (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Tinggi).
Kedua adalah Tabir Kebesaran di mana dia ditutupi selama 11.000 tahun, mengucapkan, Subhanal ’Alim ul-Hakim (Maha Suci Rabb-ku, Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana).
Dia dipingit selama 10.000 tahun dalam Tabir Kebaikan, mengucapkan Subhana man huwa da’im, la yaqta (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Abadi, Yang Tidak Berakhir).
Tabir keempat adalah Tabir Rahman, di situ ruh mulia itu tinggal selama 9.000 tahun, memuja Allah SWT dengan mengucapkan, Subhana-rafi’-al-`ala (Maha Suci Rabb-ku Yang Ditinggikan, Maha Tinggi).
Tabir kelima adalah Tabir Nikmat, dan di situ ruh tinggal selama 8.000 tahun, mengagungkan Allah SWT dengan mengucapkan, Subhana man huwa qa’imun la yanam. (Maha Suci Rabb-ku Yang Selalu Ada, Yang Tidak Tidur).
Tabir keenam adalah Tabir Kemurahan; di mana dia tinggal selama 7.000 tahun, memuja, Subhana-man huwal-ghaniyu la yafqaru (Maha Suci Rabb-ku Yang Maha Kaya, Yang Tidak Pernah Menjadi Miskin).
Kemudian diikuti tabir ketujuh, Tabir Kedudukan. Di sini ruh yang tercerahkan itu tinggal selama 6.000 tahun, memuja Allah SWT dengan mengucapkan, Subhana man huwal Khaliq-an-Nur (Maha Suci Rabb-ku Maha Pencipta, Sang Cahaya).
Berikutnya, Dia menyelimutinya dengan tabir kedelapan, Tabir Petunjuk di mana dia tinggal selama 5.000 tahun, memuja Allah SWT dan berkata, Subhana man lam yazil wa la yazal. (Maha Suci Rabb-ku Yang Keberadaan-Nya Tak Pernah Berhenti, Yang Tidak Musnah).
Kemudian diikuti tabir kesembilan, yaitu Tabir Kenabian di mana dia tinggal selama 4.000 tahun, mengagungkan Allah SWT dengan mengucapkan, Subhana man taqarrab bil-qudrati wal-baqa. (Maha Suci Rabb-ku yang Mengajak Dekat dengan Maha Kuat dan Maha Langgeng).
Kemudian datang Tabir Keunggulan, tabir kesepuluh di mana ruh yang tercerahkan ini tinggal selama 3.000 tahun, membaca puji-pujian untuk Pencipta dari Semua Sebab, mengucapkan, Subhana dzil-’arsyi ‘amma yasifun. (Maha Suci Rabb-ku Pemilik Singgasana Di atas Semua Karakter Yang Dilekatkan Kepada-Nya).
Tabir kesebelas adalah Tabir Cahaya. Di sana dia tinggal selama 2.000 tahun, berdo`a, Subhana dzil-Mulk wal-Malakut. (Maha Suci Rabb-ku Maha Raja semua Kerajaan Langit dan Bumi).
Tabir kedua belas adalah Tabir Intervensi (Syafa’at), dan di sana dia tinggal selama 1.000 tahun, mengucapkan, Subhana-rabbi al-’azhim (Maha Suci Rabb-ku, Maha Anggun).

Penciptaan AHMAD SAW Tercinta
Setelah itu Allah SWT menciptakan sebuah pohon yang dikenal sebagai Pohon Kepastian.
· Pohon ini memiliki empat cabang. Dia menempatkan ruh yang diberkahi tadi pada salah satu cabang, dan dia terus menerus memuja Allah SWT selama 40.000 tahun, mengucapkan, Allahu dzul-Jalaali wal-Ikram. (Allah SWT, Pemilik Keperkasaan dan Kebaikan).
· Setelah dia memuja-Nya dengan cara demikian itu, dengan pepujian yang banyak dan beragam, Allah SWT menciptakan sebuah cermin, dan Dia meletakannya sedemikian hingga menghadap ruh Habibullah, dan memerintahkan ruh tersebut untuk memandangi cermin itu.
· Ruh itu melihat ke dalam cermin dan melihat dirinya terpantul sebagai pemilik bentuk yang paling cantik, indah dan sempurna.
· Dia kemudian membaca lima kali, Syukran lillahi ta’ala (terima kasih kepada Allah SWT, Maha Tinggi Dia), dan tersungkur dalam posisi sujud di hadapan Rabb-nya. Dia tetap bersujud seperti itu selama 100 tahun, mengucapkan Subhanal-aliyyul-azhim, wa la yajhalu. (Maha Suci Rabb-ku Maha Tinggi, Maha Anggun, Yang Tidak Mengabaikan Apapun); Subhanal-halim alladzi la yu’ajjalu. (Maha Suci Rabb-ku Maha Toleran, Yang Tidak Tergesa-gesa); Subhanal-jawad alladzi la yabkhalu. (Maha Suci Rabb-ku Maha Pemurah Yang Tidak Pelit).
· Karena itulah Penyebab (adanya) makhluk mewajibkan ummat Muhammad SAW untuk melakukan sujud (sajda) lima kali dalam sehari – lima shalat - dalam kurun waktu siang hingga malam. Ini adalah sebuah hadiah kehormatan bagi ummat Muhammad SAW.

Dari Nur Muhammad SAW
Berikutnya Allah SWT menciptakan sebuah lampu jamrud hijau dari Cahaya,
· dan dilekatkan pada pohon tadi, melalui seuntai rantai cahaya.
· Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad SAW di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia dengan Nama Paling Indah (Asma al-Husna).
· Perintah itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1.000 tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rahman (Maha Kasih), pandangan ar-Rahman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya.
· Tetesan keringat jatuh dari dirinya, setiap tetes beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang nabi menjadi nabi dan rasul.
· Mereka semua berkumpul di sekitar lampu di pohon itu, dan Allah Azza wa Jalla berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “Lihatlah! Ini sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.”
· Mematuhi perintah itu, dia memandangi mereka, dan ketika cahaya mata itu menyentuh/menyinari objek tersebut, maka ruh para nabi itu sekonyong-konyong tenggelam dalam Nur Muhammad SAW, dan mereka berteriak, “Ya Allah, siapa yang menyelimuti kami dengan cahaya?”
· Allah SWT menjawab mereka, “Ini adalah Cahaya dari Muhammad SAW Kekasih-Ku, dan jika kalian akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kalian kehormatan berupa kenabian.”
· Dengan itu, semua ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Allah SWT berkata, “Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini,” dan mereka semua setuju. Sebagaimana disebutkan di dalam al Quran yang Suci:
Dan ketika Allah SWT bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata. Dan apakah kamu menerima beban-Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata, ‘Benar kami setuju.’ Allah SWT berkata, ‘Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu di antara para saksi.’
(Ali Imran, 3:75-76)
· Kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan Asma ul-Husna lagi.
· Ketika dia sampai kepada Nama al-Qahhar, kepalanya mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al- Qahhar itu, dan dari butiran keringat itu Allah SWT menciptakan ruh para malaikat yang diberkati.
· Dari keringat pada mukanya, Allah SWT menciptakan Singgasana dan Hadirat Ilahiah, Kitab Induk dan Qalam, matahari, rembulan dan bintang -bintang.
· Dari keringat di dadanya, Dia menciptakan para ulama, para syuhada dan para mutaqin.
· Dari keringat pada punggungnya dibuatlah Bayt-al-Ma’mur (rumah surgawi), Kabatullah (Ka’bah), dan Bayt-al-Muqaddas (Haram Jerusalem), dan Rawdha-i-Mutahharah (kuburan Nabi Suci SAW di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini.
Dari keringat pada alisnya dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya (sulbi, coccyx) dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung.
Dari keringat di kakinya dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan apa-apa yang berada di dalamnya. Dari setiap tetes keringat itulah ruh orang beriman atau tak-beriman dibuatnya. Itulah sebabnya Nabi Suci SAW disebut juga sebagai “Abu Arwah”, Ayah para Ruh. Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Muhammad SAW, berputar mengelilinginya dengan puji-pujian dan pengagungan selama 1.000 tahun; kemudian Allah SWT memerintahkan ruh-ruh itu untuk memandang ruh Muhammad SAW. Ruh-ruh tersebut mematuhinya.

Siapa Memandang kepada Ruh Muhammad SAW
Nah, di antara mereka yang pandangannya jatuh pada kepalanya ditakdirkan menjadi raja dan kepala negara di dunia ini. Mereka yang memandang pada dahinya menjadi pemimpin yang adil. Mereka yang memandang matanya akan menjadi hafiz Kalimat Allah SWT (yaitu seorang yang memegangnya ke dalam ingatannya). Mereka yang memandang alisnya akan menjadi pelukis dan artis. Mereka yang memandang telinganya akan menjadi orang yang menerima peringatan dan nasihat. Mereka yang melihat pipinya yang penuh berkah menjadi pelaksana karya yang bagus dan pantas. Mereka yang melihat mukanya menjadi hakim dan pembuat wewangian, dan mereka yang melihat bibirnya yang penuh berkah menjadi menteri.
Barang siapa melihat mulutnya akan menjadi orang yang banyak berpuasa. Barangsiapa yang melihat giginya akan menjadi kelihatan bagus/cantik, dan siapa yang melihat lidahnya akan menjadi utusan/duta raja-raja. Barang siapa melihat tenggorokannya yang penuh berkah akan menjadi khatib dan mu’adzin (yang mengumandangkan adzan). Barang siapa memandang janggutnya akan menjadi pejuang di jalan Allah SWT. Barang siapa memandang lengan atasnya akan menjadi seorang pemanah atau pengemudi kapal laut, dan barang siapa melihat lehernya akan menjadi usahawan dan pedagang.
Siapa yang melihat tangan kananya akan menjadi seorang pemimpin, dan siapa yang melihat tangan kirinya akan menjadi seorang pembagi (yang menguasai timbangan dan mengukur catu kebutuhan hidup). Siapa yang melihat telapak tangannya menjadi seorang yang gemar memberi; siapa yang melihat belakang tangannya akan menjadi kolektor. Siapa yang melihat bagian dalam dari tangan kanannya menjadi seorang pelukis; siapa yang melihat ujung jari tangan kanannya akan menjadi seorang kaligrafer, dan siapa yang melihat ujung jari tangan kirinya akan menjadi seorang pandai besi.
Siapa yang melihat dadanya yang penuh berkah akan menjadi seorang terpelajar, meninggalkan keduniaan (zuhud) dan berilmu. Siapa yang melihat punggungnya akan menjadi seorang yang rendah hati dan patuh pada hukum syariat. Siapa yang melihat sisi badanya yang penuh berkah akan menjadi seorang pejuang. Siapa yang melihat perutnya akan menjadi orang yang puas, dan siapa yang melihat lutut kanannya akan menjadi orang yang melaksanakan ruku dan sujud. Siapa yang melihat kakinya yang penuh berkah akan menjadi seorang pemburu, dan siapa yang melihat telapak kakinya menjadi orang yang suka bepergian. Siapa yang melihat bayangannya akan mejadi penyanyi dan pemain saz (lute). Semua yang memandang tetapi tidak melihat apa-apa akan menjadi kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Mereka yang tidak memandang sama sekali akan menjadi orang akan menyatakan bahwa dirinya adalah tuhan, seperti Namrud, Fir’aun dan sejenisnya.
Kini semua ruh itu diatur dalam empat baris.
· Di baris pertama berdiri ruh para nabi dan rasul,
· Di baris kedua ditempatkan ruh para orang suci, para sahabat Allah SWT;
· Di baris ketiga berdiri ruh kaum beriman, laki-laki dan perempuan;
· Di baris keempat berdiri ruh kaum tak-beriman.
Semua ruh ini tetap berada dalam dunia ruh di Hadirat Allah SWT sampai waktu mereka tiba untuk dikirim ke dunia fisik.
Tidak seorang pun tahu kecuali Allah SWT yang tahu berapa selang waktu dari waktu diciptakannya ruh penuh berkah Nabi Muhammad SAW sampai diturunkannya dia dari dunia ruh ke bentuk fisiknya itu.
Diceritakan bahwa Nabi Suci Muhammad SAW bertanya kepada Malaikat Jibril AS,
· “Berapa lama sejak engkau diciptakan?”
· Malaikat itu menjawab, “Ya Rasulullah SAW, aku tidak mengetahui jumlah tahunnya, yang aku tahu bahwa setiap 70.000 tahun seberkas cahaya gilang gemilang menyorot keluar dari belakang kubah Singgasana Ilahiah; sejak waktu saya diciptakan cahaya ini muncul 12.000 kali.”
· “Apakah engkau tahu apakah cahaya itu?” tanya Muhammad SAW.
· “Tidak, aku tidak tahu,” malaikat itu berkata. “Itu adalah Nur ruhku dalam dunia ruh,” jawab Nabi Suci SAW. Pertimbangkanlah kemudian, berapa besar jumlah itu, jika 70.000 dikalikan 12.000!
Wa min Allah at tawfiq
sumber:
Muhammad SAW: The Messenger of Islamin Ottoman Turkish by Hajjah Amina Adil
0 comments
Labels: , ,
23 February 2009

Perjalanan Rohani
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Jangan pernah berpikir bahwa kalian dapat melakukan perjalanan berat dalam dunia spiritual yang demikian luasnya hanya sendirian tanpa seorang pendamping. Bahkan bila kalian tinggal di rumah yang sangat indah dan besar, kalian tetap akan merasa ketakutan bila sendirian di rumah itu. Tetapi bila ada orang lain di sana, kalian akan merasa aman.
Dalam perjalanan rohani tarekat, kalian harus menemukan seseorang yang dengannya hati kalian merasa terpuaskan. Meskipun Mursyid kalian secara fisik berada lima ribu mil jauhnya dari kalian, tetapi hati kalian akan selalu merasakan kehadirannya dan matanya mengawasi kalian.
Meskipun demikian, hanya karena kalian “belum dewasalah”, maka kalian belum diberi apa-apa. Kalian masih seperti kanak-kanak balita yang belum mengerti berharganya mutiara, kalian bahkan dengan senang hati menukarkan mutiara dengan sebuah permen. Kalian baru bisa mendapatkan hadiah apa saja bila dapat merawatnya dengan baik. Begitu banyak hadiah berharga yang menanti dalam kehidupan rohani, namun terlarang bagi siapa pun untuk menerimanya, kecuali mereka yang mampu menjaganya saja.
Tak satu pun di dunia ini yang sepadan dengan harta yang menanti kita. Namun kunci menuju ke sana dijaga oleh tangan-tangan Penjaga. Kalian harus bersyukur pada-Nya bahwa Allah Azza wa Jalla telah menganugerahi harta tersebut dan Dia menjauhkan dari kita, dan tetap terjaga di tangan yang dapat dipercaya hingga masanya kalian siap menerimanya.
0 comments
Labels: ,

Jadilah Cermin Yang Memantulkan
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Bumi tak memiliki cahaya sendiri, namun dengan pantulan dari cahaya matahari dia menerangi rembulan, dan walaupun bumi tak mampu memegangi planet besar di orbitnya dia tetap mampu memegang bulan. Hendaknya kalian mengambil kebijaksanaan dari teladan ini. Bahkan bila kalian belum sempat diberi kekuatan untuk bersinar, cobalah untuk menjadi cermin, untuk memantulkan cahaya-cahaya tersebut. Hanya karena kalian belum dapat menjadi alat bagi pemandu orang banyak, bukanlah berarti kalian tak dapat mempengaruhi beberapa orang dan membantu mereka kepada tarekat.
Berlakulah seikhlas mungkin terhadap orang-orang, maka cahaya sufi mungkin datang kepada kalian dan melewati kalian. Dan janganlah berputus asa bila hanya sedikit orang yang tertarik, atau bahkan bila hanya seorang saja yang terpengaruh dengan kehadiran kalian di tengah masyarakat. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang membimbing satu orang kepada kebenaran, telah memiliki lebih baik dari alam semesta beserta isinya, karena dia telah memiliki kesenangan Rabb-Nya".
0 comments
Labels: ,

Jadikan Ibadah Kita Menyenangkan
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QSA'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iinJika seorang manusia akan melakukan sesuatu misalnya ibadah atau perbuatan lain, maka hal itu harus dilakukan dengan sukarela dan menyenangkan. Jika tidak menyenangkan dalam mengerjakannya, seharusnya ia tidak melakukannya, karena hasilnya tidak akan bagus. Jika tidak menyenangkan bagi kalian, maka tidak menyenangkan pula bagi Allah SWT. Misalkan dalam beribadah, penting untuk disadari bahwa ini menyangkut kenikmatan roh kita. Saat beribadah, nafsu kita tidak menyukainya namun roh kita sebaliknya. Kita harus mencari apa yang membuat roh kita menyukainya. Segala tindakan mungkin mudah atau susah. Apa rahasianya? Jika seseorang menganggap suatu kegiatan itu mudah, berarti pekerjaan itu memberinya kenikmatan. Dan mereka yang menganggap suatu pekerjaan itu sulit, itu karena ia dipaksa untuk melakukannya. Pekerjaan yang mudah membuat orang senang, pekerjaan susah membuat orang tidak senang.
0 comments
Labels: , ,
22 February 2009

Imajinasi dan Iman kepada yang Gaib
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
7 Juli 2002
As Salamu alaykum. Dustur ya Sayyidi.
A’uudzubilaahi minasy syaythaanir rajiim Bismillahir rahmaanir rahiim

Semoga Allah SWT memberikan karunia-Nya kepada kalian, demi kehormatan hamba-Nya yang paling terhormat dan Ia cintai, Penghulu dari alam semesta, Penghulu dari seluruh makhluk.
Seluruh makhluk adalah manifestasi (tajali) yang datang dari wilayah-wilayah yang tak diketahui, samudra-samudra Allah 'Azza wa Jalla yang tak diketahui. Semuanya termanifestasikan hanya demi kehormatan beliau (shalla-Allahu 'alayhi wa sallam). Mata air utama yang datang dari wilayah tak diketahui yang ada. Wujud (keberadaan) sejati hanyalah dari Allah Yang Mahakuasa, tak ada yang wujud bersama-Nya, tak ada yang dapat mengatakan, "Aku di sini bersama-Mu."--Tak mungkin. Apakah kalian kira bahwa zarrah terkecil di antara makhluk-Nya, katakanlah misalnya atom-atom, tak terlihat oleh manusia, partikel-partikel massa yang tak terlihat itu, tak mungkin dapat dilihat sebagai wujud materi. Suatu wujud material hanya dapat meraih wujudnya (eksistensinya) lewat lima indera kalian. Dan di luar kelima indera kalian, maka ia hanya menjadi sesuatu, yang harus kalian terima (sebagai suatu konsep, red.), karena logika pikiran kalian mengatakan bahwa jika kalian tidak menerima eksistensi partikel-partikel massa yang demikian kecil seperti itu, kalian tidak dapat mencerna terjadinya bangunan alam semesta yang demikian besar ini, ruang angkasa dan segala sesuatu di dalamnya. Mentalitas manusia—mentalitas yang sehat—memerintahkan dan memaksa pikiran manusia untuk dapat menerima konsep eksistensi partikel-partikel massa yang amat kecil tersebut. Untuk menerima sesuatu yang tidak mungkin terjangkau dan tersentuh oleh keberadaan material (biasa, red.), yaitu keberadaan partikel-partikel tersebut...
Karena itulah, ketika Allah SWT berfirman pada permulaan Quran Suci, Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Alif Laam Miim. Alif-lam-miim Dzalikal kitabu la rayba fiihi hudan lil muttaqiina Alladziina yu'minuuna bilghaybi...
[Ini adalah Kitab; di dalamnya ada petunjuk yang meyakinkan, tanpa keraguan, bagi mereka yang takut kepada Allah SWT; Mereka yang percaya kepada yang Gaib (Tak Terlihat)...], Allah 'Azza wa Jalla memuji hamba-hamba-Nya yang beriman pada realitas gaib. Itu berarti, adalah sesuatu yang tidak mungkin, seseorang menjadi orang yang amat materialis, sedangkan di lain pihak ia mesti menata pengetahuan dan ilmunya berdasarkan suatu fondasi realitas gaib yang tak terlihat! Karena (misalnya) mentalitas manusia memerintahkan, bahwa jika kalian tidak mempercayai adanya akar-akar, pemahaman kalian atau penglihatan kalian terhadap suatu pohon adalah tidak benar. Bahkan pengetahuan positif disusun atas realitas dan kenyataan tak terlihat. Jika kalian tidak menerimanya, ini adalah suatu kebodohan. Karena pada konsep atom (misalnya), kalian tak dapat melihatnya, tak dapat menyentuhnya, tak dapat mencium baunya, tak dapat mendengarnya, atau merasakannya... Padahal untuk setiap gerakan, pasti akan disertai suara, sedangkan atom bergerak dengan kecepatan sangat tinggi... hingga mungkin—sebagaimana pernyataan mereka—kecepatannya mencapai kecepatan cahaya, seperti halnya pada elektron.
Kalian harus membangun dan menyusun pengetahuan kalian, tanpa menaruh suatu dasar atau fondasi, pengetahuan kalian tidak bermakna apa-apa, ia hanya akan menjadi imajinasi. Karena itu, hal ini amat penting: Alladziina yu'minuuna bi al-ghaybi... [orang-orang yang percaya pada yang tak terlihat/gaib]... akal yang sehat. Seorang ilmuwan sejati, seorang yang benar-benar terpelajar, haruslah mendasarkan pengetahuannya atas suatu realitas gaib (tak terlihat); ia mesti memerintahkan mentalitasnya, "Kau harus mendasarkan dirimu pada suatu fondasi yang kokoh." Karena itulah, Subhanallah (Maha Suci Allah), tak seorang pun dapat mengingkari realitas gaib, yang bisa mengingkarinya hanyalah orang bodoh yang tak tahu apa-apa. Segala sesuatu pastilah bergantung pada hal-hal yang gaib...
Hakikat kegaiban ada dalam kegelapan. Gaib, tak terlihat, realitas yang tak diketahui. Hanya orang-orang bodoh yang mengatakan bahwa diri mereka tidak mempercayai hal-hal gaib, mereka begitu.... bodoh! Segala sesuatu mestilah memiliki akarnya dari suatu hakikat sejati, kalau tidak, sesuatu itu tidak ada! Siapa yang berkata, "Kami hanya percaya pada apa yang kami lihat di atas permukaan bumi"; maka pasti ada sesuatu yang salah dengan mereka.
Apa yang sedang kita bicarakan? Kita sedang mengatakan bahwa saat ini kita hidup, dan kita harus berusaha mencapai hakikat dari apa yang tadi kita bicarakan, ketuhanan dan manifestasi dari seluruh wujud (eksistensi), bagaimana datangnya semua itu, dan melalui pengetahuan yang sejati, hakikat sejati; maksudnya, semua yang kita lihat sebenarnya hanyalah suatu pandangan akan keping-keping terkecil tadi (atom?, red.). Bahwasanya apa yang kalian katakan tadi (partikel-partikel terkecil) adalah material utama dari makhluk dan bagaimana ia muncul... Sumber yang pertama muncul berasal dari daerah-daerah yang tak diketahui, ia akan muncul melalui Penutup para Nabi SAW (Khatmul Anbiya'), Yang Paling Terhormat dan Yang Terpuji—pastilah itu—hanya SATU—pasti!
Karena itu mereka membawa suatu bukti, bahwa tak mungkin ada sumber utama lainnya. Suatu sumber utama tidak mungkin ada dua. Pastilah hanya satu—jika kalian pikir bahwa dua adalah sama, maka ia tak akan bisa terbagi menjadi dua sumber utama, ia adalah satu sumber. Jika sumber-sumber itu memiliki sifat-sifat yang sama, maka sumber itu pastilah bergabung dan menjadi satu. Mengapa kalian katakan dari beberapa asal yang berbeda-beda? Dari suatu sumber utamalah datangnya, dan dari sumber utama itulah, ia akan terpisah dan terbagi menjadi sumber-sumber yang tak terhitung dan bermunculan, mengalir, mengalir, mengalir... sedangkan sumber utamanya juga tidak diketahui.
Itu karena kalian tak dapat menjangkaunya. Karena wujud fisik atau material kalian, juga pikiran kalian tak akan mampu menjangkau pemahaman akan batu-batu utama pembangun alam-alam semesta. Saat pikiran kalian berhenti dan tak mampu lagi, maka mentalitas kalian akan memerintah pikiran kalian: Percayalah! Yakinilah! Kalian harus percaya/beriman. Jika kalian tidak percaya pada realitas-realitas gaib yang tak terlihat, dan kalian mengatakan bahwa kalian hanya mempercayai apa yang sedang kalian lihat, maka hal itu adalah batil, kekeliruan, kebodohan. Kalian harus percaya dan beriman.
Memerintahkan orang-orang untuk menerima konsep partikel-partikel terkecil itu (atom, elektron, dll., red.); mereka muncul, kemudian bergabung, menyatu, bergabung, dan akhirnya muncul dan terlihat oleh mata kalian, dan mereka (partikel-partikel itu) berkata (pada kalian), "Ini, aku di sini—aku datang dari sumber yang utama." Dan kalian menjawab. "Oh! Bagaimana kalian muncul?" Maka kemudian, mentalitas kalian sendiri akan memukuli kalian dengan cemeti sambil berkata, "Oh! Manusia berkepala lembu! Manusia berkepala Bola! Oh! Manusia berkepala kosong! Oh! Manusia berkepala keledai! Bagaimana mungkin kalian berkata seperti itu?!" Bagaimana mungkin kalian mengklaim bahwa di luar penglihatan kalian tidak ada wujud apa-apa?! Tunjukkan pada saya bagaimana mereka muncul dan terwujud, tunjukkan menurut logika pikiran kalian!
Karena itulah, orang-orang itu selalu bertanya-tanya tentang "big bang" (teori ledakan besar sebagai awal kejadian alam, red.). Mereka bertanya demikian untuk melegitimasi pengetahuan mereka, untuk memuaskan diri mereka sendiri, mereka berpikir dan mengatakan, "Itu adalah suatu atom yang besar dan kemudian meledak..." Mereka mencoba.. mereka tak pernah mau membawa diri mereka menuju pada realitas sesungguhnya. Mereka selalu berlari mengejar khayalan dan imajinasi. Big bang? Kebodohan apa itu? Hanya suatu khayalan. Satu atom yang besar? Maka saya bertanya apakah kalian kira atom tersebut sebesar alam semesta ini? Dan apakah apakah kalian pikir bahwa atom besar itu ada dalam ruang ataukah ruang yang berada di dalamnya? Di manakah letaknya saat itu? Bagaimanakah ia diletakkan di situ? Siapa yang meletakkannya di sana?
Sungguh kedunguan yang dalam bagi orang-orang itu! Teori Big bang! [Mereka mengatakan] bahwa setelah waktu sepermiliar detik, terjadi ledakan. Siapa yang ... [memerankan dengan tangannya--menyalakan sekering]? Mereka mengajarkan pada orang-orang, kebodohan semacam itu di universitas-universitas, dengan mengatasnamakan pengetahuan positif. Di manakah pengetahuan positif itu, wahai Profesor? Kebodohan macam apa itu? Mereka menyangkal bahwa eksistensi batu-batu pembangun terkecil dari alam semesta ini terwujud dengan suatu perintah Ilahiah. 'JADILAH!' 'KUN!’... dan muncul dalam wujudnya. Mereka malu untuk menerima perintah suci-Nya dan saya bertanya, 'dengan perintah siapakah big bang itu terjadi?'
Saya bertanya, "Siapakah yang ada di situ sebelumnya untuk me'naruh'-nya? Ledakan itu sendiri tidaklah penting, tetapi siapa di luar itu yang telah menciptakannya? Jika ia (asal big bang) itu adalah sesuatu yang hidup, maka ia mungkin memerintahkan dirinya sendiri, tetapi kalian katakan bahwa itu adalah suatu materi. Mereka bersikeras akan materialisme. Berlarian ke sana ke mari untuk mencari bukti bahwa materialisme adalah suatu kebenaran. Tak mungkin! Itu adalah tak mungkin! Mereka hanya hidup melalui imajinasi mereka. Siapa yang menaruh big bang itu di sana? Suatu tangan tak terlihat telah menciptakannya. Katakan. Mereka mengatakan, 'tidak'. Lalu bagaimana? Jatuh dari atas? Meloncat dari bawah? Berlarian dari Selatan ke Barat? Dari Barat ke Timur? Orang-orang yang begitu angkuh tapi tak berpikiran sehat; tak pernah mau menerima realitas karena pikiran-pikiran mereka seperti orang-orang tipe Mongol. Orang-orang tipe Mongol dapat mengerti akan sesuatu? Kepala-kepala mereka telah tertipu oleh materialisme dan saya bertanya bagaimana atom besar (dalam teori big bang, red.) itu dapat ditemukan di tempat itu? Di tempat mana? Di Timur? Di Barat? Di Atas? Di Bawah? Di Kanan? Di Kiri? Dan bagaimana menaruhnya? Bagaimana ia dapat ditemukan di sana tanpa apapun? Kalian berkata bahwa mereka mempunyai bukti--pikiran mereka tidak pernah bekerja.
Materialisme didasarkan atas kekeliruan/kebatilan dan digunakan untuk menipu orang-orang, dan kemudian mereka menamainya 'alam' 'nature'. Apa itu alam? Kapan big bang itu terjadi? Apakah saat musim panas? Di malam hari? Di siang hari? Satu detik yang kemudian terbagi menjadi semiliar bagian? Dengan instrumen apa kalian mengukur hal ini? Kemudian mereka memakai sebuah topi yahudi dan mengatakannya. Mungkin keledai lebih mengerti daripada kalian! Tak ada seorang pun dapat tertipu, kecuali orang-orang yang seperti mereka. Dan mereka selalu merasa ragu bahkan atas diri mereka sendiri, mereka tak pernah puas, dan hati nurani mereka tak pernah menerima, tapi mereka adalah orang-orang yang angkuh.
Nah, Penutup para Nabi SAW (Khatamul Anbiya') adalah sumber utama realitas hakiki dari manifestasi seluruh makhluk ciptaan. Tak mungkin ada dua sumber utama pada saat yang bersamaan. Allah SWT hanya menciptakan satu bahtera. Karena itu segala sesuatu yang ada, termanifestasi dalam wujudnya dengan Perintah Suci. Saat Sang Pencipta mengeluarkan Perintah Suci, Perintah itu muncul melalui sumber utama tadi, mengatakan 'Jadilah!' Dan lewat sumber utama itulah, bermunculan ciptaan yang tak berakhir tak berhingga jumlahnya. Lihatlah pada sebuah sungai dari atas suatu jembatan. Di pagi hari, di malam hari, apakah kalian berpikir bahwa itu adalah sungai yang sama? Tidak, tidak akan pernah menjadi sungai yang sama, tidak, tidak mungkin. Sungai Nil, Sungai Danube, Sungai Amazon... kita berpikir bahwa sungai itu sungai yang sama, yang tetap, yang konstan? Tidak. Tidak akan pernah air yang sama mengalir di sungai itu, selalu air yang baru.
Karena itulah, kalian tak dapat bertanya tentang ciptaan-ciptaan yang mengalir dari sumber utama, kapan ia mulai mengalir, kapan akan berhenti. Kalian tak akan menemukan jawabannya. Bagaimana kalian dapat bertanya kapan penciptaan dimulai? Karena saat itu belum ada yang namanya 'waktu'. (Tidak ada 'kapan', red.). Kalian tak dapat bertanya 'Di mana' atau 'Kapan' karena keduanya masih belum eksis, belum wujud. Kalian hanya melihat dan memandang bahwa penciptaan mengalir tanpa henti dan ia tak dapat dihentikan. Ia mengalir dari kekekalan menuju kekekalan dan kalian lewat melaluinya, lewat, lewat, lewat... ke mana? Ke mana perginya? kalian tak dapat mengetahuinya. Hanya Sang Pencipta yang mengetahuinya, bukan makhluk.
Ah, dan sekarang, satu halaman dari wujud khayali telah meninggalkan kita, hari kemarin baru saja telah menjadi suatu wujud (keberadaan) khayalan. Hari ini pun berlari untuk segera bergabung dengan yang lainnya yang telah meninggalkan kita, dari hari, minggu, bulan, tahun, abad, ribuan tahun, semua telah bergabung, hari demi hari, suatu hari saat matahari terbenam, bergabung dengan halaman-halaman imajinasi lainnya. Dunia ini hanyalah suatu wujud yang khayali. Bagaimana dengan hingga sekarang? Sudah berapa harikah berlalu? Sudah berapa bulankah? Berapa tahunkah? Ke manakah mereka? Semua telah bergabung menjadi satu dalam suatu wadah dan penutupnya sedang terkunci. Hari kemarin tidak ada lagi, habis. Dan hari ini pun segera bergabung menjadi dunia khayalan. Suatu hari kita lewati, 'Hari terakhir telah habis bagiku'. Tertutup.
Begitu banyak hari, bulan, dan tahun telah berlalu, kesemuanya telah berada dalam daerah imajinasi. Mereka semua telah menjadi khayalan belaka. Mungkin kita masih dapat mengingat sebagian di antaranya, tapi untuk sebagian besar di antaranya, kita hanya berkata, "Saya lupa". Dan suatu hari nanti, kalian pun akan dilupakan. Karena keberadaan mereka, wujud mereka hanyalah suatu penampakan, suatu wujud khayali; habis...
Karena itulah, kalian harus berusaha untuk menyimpan sesuatu melalui keberadaan khayali kita ini, untuk membawa sesuatu, menyimpan sesuatu, yang dapat bernilai di Hadirat Ilahi. Jika kalian meninggalkan (hal ini) untuk kemudian sekedar berlarian dalam hidup kalian, tanpa mengambil atau menyimpan apa pun darinya, kalian akan bangkrut... Jangan menganggap bahwa keberadaan/eksistensi kalian adalah suatu keberadaan sejati. Kalian harus memahaminya, kalian harus percaya bahwa keberadaan kalian hanyalah sekedar suatu penampakan (appearance, mirage..), suatu visi/pemandangan belaka. Hari ini segera habis, dan malam nanti pun segera bergabung dengan yang lainnya menuju samudra-samudra yang tak nampak, dan kita tetap berpikir bahwa yang sedang mengalir adalah sungai yang sama.... dengan mengatakan bahwa 'saya tidaklah sama hari ini'. Tidak, tapi sebenarnya telah 'hilang' 'wafat' dan wujud khayali kita akan terus berlari hari demi hari, hari demi hari, kemudian tak ada lagi wujud; habis--kita mesti mengerti bahwa kita hidup dalam dunia-dunia khayalan untuk suatu alasan yang hanya Sang Pencipta, hanya Dia yang mengetahui maksud sesungguhnya dari penciptaan-Nya akan makhluk-makhluk. Dan maksud ini akan menjadi jelas buat kalian, saat waktu kalian habis, saat hari-hari kalian selesai, saat wujud imitasi kalian musnah dan kalian masuk ke dalam keberadaan hakiki diri kalian, yaitu ketika kalian masuk ke dalam samudra-samudra milik Allah 'Azza wa Jalla. Saat itulah kalian dapat melihat di sana, melihat siapa diri kalian, dan apa yang telah kalian perbuat.
Semoga Allah SWT memberkati kalian dan mengaruniakan kepada saya dan kepada kalian suatu pemahaman yang benar karena kita hidup sangat jauh dari hakikat-hakikat dan Setan mendorong manusia untuk berlari mengejar suatu fatamorgana (mirage), sambil berkata, "Berlarilah untuk mencapainya!" Manusia sedang berlarian dan sedang mencapai titik terakhir (fatamorgana itu, red.) dan melihat bahwa tak lagi ada air di sana. Tak ada apa pun di sana. Sirab—Mirage—Fatamorgana. Berusahalah agar tak tertipu, berusahalah untuk memahami sesuatu, dan itu adalah kesempatan pertama sekaligus kesempatan terakhir bagi kalian untuk meraih sesuatu dari Ma'rifatullah—pengetahuan Ilahiah, menurut tingkatan kita, tingkatan yang paling rendah dapat kita raih dalam hidup ini.
Semoga Allah SWT memaafkan saya dan memberkati kalian. Untuk kehormatan dari hamba Allah SWT yang paling terhormat, Sayyidina Muhammad, shallallaahu 'alayhi wa sallam. Fatiha
0 comments
Labels: , , , ,

Mengaku sebagai Syekh
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
10 September 2000

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Tetapi jiwa tidak bisa ditipu. Salah seorang saudara kita yang berasal dari Pakistan dan bernama Zainal Abidin, datang ke London kemudian bergabung bersama kita dan saya hanya berkata kepadanya bahwa dia boleh berkata kepada penduduk di Pakistan, Hindustan, dan Bangladesh untuk mengikuti tarekat Naqsybandi. Dan saya mendengar bahwa dia datang menentang kehendak saya, dia datang ke sini dan mengaku dirinya Syekh.
Menjadi Syekh tidaklah mudah. Tetapi yang saya dengar, dia mengaku sebagai Syekh baik di sini maupun di tempat lian dan dia juga berbicara dengan menentang pemegang otorisasi Syekh untuk benuanya, yaitu Syekh Hisyam QS. Dan beliau diotorisasi oleh Grandsyekh ‘Abdullah Fa’iz ad-Daghestani QS, ‘ala-Allahi ta’ala daiman, dan berdasarkan perintahnya kami memberi izin kepada beliau untuk datang ke Amerika dan menyerukan orang-orang untuk masuk Islam dan dalam hal spiritual mereka… tumbuh dan berkembang dalam tarekat Naqsybandi yang mulia. Dan beliau melakukan usahanya yang terbaik di sini. Saya merasa senang kepadanya, begitu pula dengan Grandsyekh dan Rasulullah SAW. Jika seseorang berbicara menentang beliau, dia hanya akan membuat Setan senang kepadanya, tidak akan membuat saya bahagia. Jika ada sesuatu yang menentang Syekh Hisyam QS, maka itu akan sampai kepada saya dan Grandsyekh.
Saya menyesal bahwa orang itu membuat pernyataan yang menentang Syekh Hisyam QS dan membuat dirinya sebagai seorang Syekh yang mempunyai otorisasi. Tidak, saya bisa mengirimnya ke suatu desa untuk duduk di sana. Tidak ada yang lain, tidak. Tidak ada alasan lagi baginya untuk berada bagi suatu benua. Tidak. Semoga Allah SWT mengampuninya, mengampuni saya dan memberkati kalian semua, ya assalamu’alaikum. Kalian perlu mengetahui hal di luar. Luar yang ini. Bukan di sini.
Wa min Allah at taufiq

0 comments
Labels: ,
21 February 2009

Menghormati Hak Orang Lain
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS
Fenton, MI: 5 September 1993

A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin

Kita bersyukur kepada Allah SWT, alhamdulillah. Oleh karena itu kita tunjukkan rasa senang kita dengan tertawa. Jika kita tidak bergembira, kita tidak akan tertawa, semoga Allah SWT mengampuni kita. Dia Mahabesar! Kebesaran-Nya tak terhingga dan tidak ada ukuran bagi kecilnya kita. Kita begitu kecil, sangat kecil! Dalam Hadirat Ilahi kita ini tidak ada apa-apanya.
Saya berharap Sifat Maha Pengampun-Nya dapat meliputi seluruh umat manusia. Sebagaimana langit ini menutupi seluruh dunia—kalian bahkan tidak bisa menemukan satu jejak kaki yang tidak berada di bawah langit—juga nyata dan benar bahwa segalanya berasal dari Samudra Rahmat Ilahi. Kita dikelilingi oleh Samudra Rahmat-Nya. Samudra Rahmat-Nya mencapai makhluk hidup terkecil. Samudra Rahmat-Nya mencakup bagian eksternal dan internal dari segala hal. Jika tidak demikian, tidak ada satu pun makhluk yang hadir di dunia ini.
Tetapi kita perlu bersikap hormat. Memang, Allah SWT mempunyai sifat Maha Pengampun. Tetapi kita harus menjaga penghormatan kita sepenuhnya. Tidak hanya sedikit, tetapi hormat sepenuhnya kepada Allah SWT, kepada Sang Pencipta, kepada Tuhan kita yang paling baik. Allah SWT Maha Pemurah.
Ada dua langkah. Bila kita mengikuti Kebenaran, berarti kita memberi penghormatan sepenuhnya kepada Tuhan dari sisi kita. ‘Aqlun kamil, orang yang mempunyai akal dan intelegensi yang sempurna adalah orang-orang yang memberikan penghormatan sepenuhnya kepada Tuhannya.
Oleh sebab itu penghormatan yang lengkap pertama kali datang dari semua Rasul. Yang kedua, berasal dari mereka yang mengikuti jejak Rasul. Mereka memberikan penghormatan sepenuhnya kepada Tuhannya. Ya, jika Allah SWT memberi perintah, orang yang penuh hormat akan segera melaksanakannya secepat mungkin, tanpa menunda-nunda. Mereka dengan cepat bangkit dan memenuhi perintah itu. Perintah-Nya merupakan ibadah mereka.
Perintah-Nya juga berkaitan dengan cara kita berurusan dengan sesama (mu’amalat). Ini adalah sejenis ibadah juga, yaitu menjaga perintah-Nya di antara kita sendiri. Hal yang paling penting adalah bahwa setiap orang berhak atas haknya. Tulisan “All rights reserved (dalam konteks ini, hak cipta dilindungi undang-undang)” adalah yang kita lihat di semua buku. Setiap orang juga mempunyai hak asasi dari Allah SWT. Itulah hal yang penting.
Setiap orang baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak asasi dari Allah SWT. Mereka bisa berasal dari berbagai macam ras, warna kulit, dan bangsa yang berbeda-beda—namun semuanya mempunyai hak asasi yang sama.
Itulah Syari’ah, yang dibawa oleh Islam dalam kondisi yang sangat sempurna, sehingga setiap orang akan dihormati selama mereka menjaga hak-hak orang lain. Menurut syari’ah, kalian mempunyai kehormatan yang penuh selama kalian menghormati hak-hak orang lain. Jika tidak, syari’ah dapat menarik kalian bahkan seorang Sultan ke pengadilan dan melewati penilaian juri.
Dalam sejarah Islam, banyak juga Sultan yang dibawa ke pengadilan syari’ah, menghadap juri, dan diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka yang melanggar hak orang lain. Dalam pandangan syari’ah, tidak ada perbedaan antara seorang Sultan dengan hamba, atau siapa saja. Sultan pun harus menghormati hak orang lain.
Di Turki, ada sebuah kota yang bernama Bursa. Pada abad permulaan, kota itu sangat cantik, nyaman dan indah. Tetapi sekarang kota itu mulai kelihatan buruk—mengapa? Bangunan berbeton menghilangkan keindahannya. Beton, menara Namrud yang tinggi menggelapkan kecantikannya. Kota itu merupakan kota antik di zaman Byzantium, kemudian kekaisaran Ottoman mengambilnya. Sultan memerintahkan untuk membangun sebuah masjid yang sangat besar, Ulu Jami’. Bila kalian memasukinya, kalian tidak akan mau meninggalkannya. Di dalamnya kalian bisa menghirup napas surgawi.

Masjid Ulu Jami' atau Ulu Camii' di Bursa, Turki

Tempat Wudu di dalam Masjid
Sultan membeli sebidang tanah untuk membangun masjid itu. Namun demikian, ada seorang nenek yang tidak mau menjual tanahnya kepada Sultan itu. Oleh sebab itu Sultan tidak menyentuh tanahnya.
Di masjid-masjid yang lain, kalian melihat tempat wudu berada di luar masjid. Tetapi di masjid itu, kalian bisa menemukan sebuah tempat wudu tepat di tengah-tengah masjid. Tempat wudu itu menempati tanah yang tidak dijual oleh nenek tadi. Sultan membiarkan tempat itu seperti sedia kala. Ketika nenek itu meninggal dan persoalannya menjadi selesai, Sultan tidak menyertakan tanah itu sebagai tempat untuk sujud, melainkan menjadikannya sebagai tempat wudu. Sultan menjaga hak nenek itu. Nenek itu seperti orang yang lemah, sementara Sultan begitu kuat dan berkuasa dan bisa saja menyita tanah itu secara paksa. Tetapi itu tidak diterima dalam Islam.
Islam melindungi orang yang lemah. Oleh sebab itu Sayyidina Abu Bakar RA, ketika dipilih sebagai khalifah—penerus Rasulullah SAW—bangkit untuk memberikan muqadimah khotbahnya. Beliau berkata, “Wahai kalian! Aku yang terpilih sebagai khalifatu Rasulillah SAW. Aku harus menghilangkan hak orang-orang yang berpikir bahwa dirinya penting dan berkuasa. Orang itu akan menjadi orang yang paling lemah, sebaliknya orang yang paling lemah akan menjadi orang yang paling kuat!”
Itu adalah realitas dalam Islam, tetapi sekarang kita menghilangkannya. Kita kehilangan hal itu sehingga sekarang orang menentang agama Islam.
Sekarang sudah terlambat bagi pembaharu Islam untuk membawa semangat Islam yang sejati ke dunia. Itulah yang Saya akui sebagai Haqqani. Haqqani berarti “penuh hormat terhadap semua hak asasi setiap manusia” dan Saya memanggil semua orang untuk melakukan karakter baik itu, semua orang dari semua ras, warna kulit bahkan keyakinan yang berbeda.
Setiap keyakinan dan agama yang sejati, khususnya agama surgawi, memerintahkan para pemeluknya untuk menghormati hak asasi setiap manusia. Adakah yang salah dengan hal itu? Kita tidak senang jika hak seseorang menjadi hilang atau diambil. Saya adalah orang pertama yang menentang hal ini—melawan orang yang zhalim. Saya menentang kezaliman, tirani dan kediktatoran. Dan setiap hamba Allah SWT harus menentang segala bentuk kezaliman yang sekarang terjadi di mana-mana. Ini adalah sebuah yayasan, Yayasan Haqqani, yang Saya harapkan akan tersebar hingga kedatangan Imam Mahdi AS, dan beliau juga termasuk Haqqani—sungguh, benar-benar Haqqani. Dan pedang beliau hanya akan menebas orang-orang yang zalim. Semoga Allah SWT mengampuni kita dan membuat kita teguh di jalur menuju Haqqani yang sejati.
Ya Allah! Engkau adalah Sultan, kami adalah hamba-Mu, budak-Mu. Itu adalah kemuliaan yang Engkau berikan kepada kami. Kirimkanlah kami Sultan Syari’ah! Kirimkanlah Sultan al-Muslimin! Amin. Ini adalah khotbah yang sangat penting dan harus diketahui oleh setiap orang. Kalian harus menjaganya.
0 comments
Labels: , , , ,
20 February 2009

Dunia adalah WC
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QSLefke, Siprus: 17 Juni 2002A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iinPermintaan kalian yang bermacam-macam dan terus-menerus pada Allah SWT—ibarat permintaan semut pada manusia—semua hanya sebatas tingkat kemanusiaan mereka. Namun dengan Kemurahan-Nya, jika kalian memohon sebuah samudra—Samudra-Samudra Ilahiah-Nya—maka hal itu hanya ibarat satu titik kecil bagi Allah SWT. Inilah kesenangan bagi umat manusia. Kalian telah diciptakan untuk hal itu. Bukan untuk kehidupan kotor. Di titik mana kalian telah sampai? Itu yang Saya tanyakan ketika ada beberapa orang Inggris datang. “Apa yang kalian lakukan?“ -- “Kami berbisnis.” -- “Apakah kalian telah sampai pada titik di mana kalian mampu membeli seluruh London?“ “Bertahun-tahun bekerja, kami hanya mempunyai sebuah rumah sederhana, selama 40 tahun kami harus mencicil, itu pun belum selesai juga.” Hentikan itu! Jika niat kalian untuk memiliki seluruh London, atau Mesir atau Jerman. Kalian kira Istanbul hanya khusus untuk kalian saja? Dalam sekejap, manusia bisa mati. Lalu menuju ke mana berbagai usaha keras dan bekerja tak kenal istirahat itu? Kita diciptakan bukan untuk dunya. Dunya bukan khusus untuk seseorang, namun dunya adalah untuk semua orang! Inilah contoh yang sederhana; ada WC (water closet/toilet) untuk umum. Apakah kalian kira setiap orang yang memasukinya akan tinggal menetap di sana? –khusus diperuntukkan untuk kalian saja—begitukah yang kalian kira? Cepat keluar! Walaupun kalian betah dan ingin menetap di dalam sana, tetapi kalian harus keluar. Hanya orang gila dari RSJ yang berpikiran seperti itu. Siapapun yang ingin masuk WC, harus cepat keluar – karena dia tahu, fasilitas itu bukan hanya untuk dia saja. Gunakan bila perlu, lalu cepat selesaikan. Ada yang tidak betah di dalam sana, tetapi karena butuh, maka dia akan cepat-cepat menyelesaikan dan bergegas keluar. Tetapi manusia sekarang malah ingin cepat-cepat memasukinya, mereka pikir ini pasti tempat yang sangat bagus...bagaimana bisa? Telah tertulis dalam kitab-kitab suci bahwa itulah kenyataan akan dunia ini. Adam AS dan Hawa RA—mereka diciptakan dan menetap di surga sebagai tempat tinggal mereka. Mereka diizinkan makan apa saja, dari pohon apapun, tidak masalah. Mereka tidak memerlukan WC. Hanya ketika mereka makan dari pohon yang terlarang, lalu perut mereka mulai berputar-putar, maka mereka merasa harus pergi ke suatu tempat. Padahal surga adalah tempat yang bersih dan tak ada WC. Ketika mereka bertanya tentang WC, maka malaikat-malaikat memintanya untuk turun, karena WC adanya di Bumi. Di setiap tempat, dari barat sampai timur, utara sampai selatan penuh dengan WC. Manusia saling iri dengki, untuk alasan apa? WC!Identitas kalian di bumi telah tertulis dengan huruf-huruf besar. WC. Jika manusia memahami dunia ini dengan menggunakan pikiran mereka, maka tak akan ada pertikaian, kedengkian, kejahatan, kebencian. Manusia telah kehilangan pengamatan yang benar. Setan mengelabui mereka dengan membuat dunia terlihat indah untuk sementara. Kita sedang berbicara pada tingkat terendah bagi mereka yang ada di sana. Yang selalu berniat jahat dan berprasangka buruk pada yang lain. Yang miskin marah pada yang kaya, karena yang kaya dianugerahi segala macam. Padahal mereka hanya diberi WC, WC yang besar. Generasi baru sekarang, di akhir abad 20-an -– mereka membuat WC di dalam kamar tidur atau ruang-ruang lain. Di rumah-rumah baru, mereka bahkan membangun kamar tidur di sekeliling WC, karena para arsitek menyarankannya. Setiap kamar ada satu WC, tidak ada kamar tidur yang terpisah dengan WC. Sekarang kalian tidak lagi menyebut WC tetapi disebut dengan ruang istirahat (rest room). Kalian bahagia tinggal di Dunya? Baiklah… Semoga Allah SWT memberkahi kalian dan mengampuni saya. Demi kehormatan hamba Allah SWT yang paling terhormat, Sayyidina Muhammad SAW, Fatiha!Wa min Allah at tawfiq
0 comments
Labels: ,
19 February 2009

Dua Macam Surga
Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QSA'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiimBismillaahir rahmaanir rahiimWash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iinGrandsyekh mengutip dalam kitab suci al-Quran--bahwa ada dua (macam) surga: pertama adalah yang nyata, dan yang lain hanyalah bayangan atau tiruannya. Allah SWT akan menganugerahi hamba-hamba-Nya menurut harapan dan keinginan mereka ketika di dunia. Siapa yang puas dengan kenikmatan hidup dan menginginkan kenikmatan yang lebih dahsyat lagi serta meletakkan Tuhan pada posisi kedua di hatinya, maka kelak Allah SWT akan memberinya sesuai dengan apa yang diinginkannya, yaitu sebuah Surga yang penuh dengan segala kenikmatan, kebun-kebun indah, istana-istana mewah dan perawan-perawan yang cantik. Semua hadiah itu akan menjadi sesuatu yang tak terbayangkan keindahannya dibandingkan dengan segala keindahan di atas bumi ini. Dan Surga yang asli dalam Hadirat Ilahi yang juga merupakan maqam tertinggi (Maqamul Shidiq) – sama sekali berbeda dengan surga tiruannya. Nabi SAW bersabda bahwa di sana tidak akan ada istana-istana, tak ada taman-taman dan wanita-wanita. Kita akan menemukan senyuman Tuhan, Wajah Ilahiah yang berseri-seri. Dalam surga bayangan, hamba-hamba hanya akan melihat Wajah Ilahiah sekali seminggu saat Salat Jumat berjamaah. Ketika para penghuni surga melihat Cahaya yang memancar dari Wajah Ilahiah-Nya, mereka akan melupakan segala hal. Hal ini akan berlangsung sampai tabir-tabir Keagungan menjadi semakin berkurang; lalu mereka akan kembali pada diri mereka lagi dan melanjutkan menikmati keindahan surgawi--yang semakin meningkat, nampak baru kembali dan penuh cahaya dari sebelumnya. Tetapi, bagi mereka yang bekerja di dunia ini hanya demi rida Allah SWT semata, maka Allah SWT akan membawa mereka menuju Hadirat Ilahiah-Nya dan tidak akan melepaskan mereka lagi. Ini benar. Begitu berharganya pengalaman itu, maka demi sedetik saja di dalam Hadirat Ilahi, Grandsyekh akan melepaskan delapan Surga yang lain. Penghuni kedua surga itu puas akan Tuhan mereka, baik yang di Taman Surga maupun yang berada dalam Hadirat Ilahi. Sekarang kalian bebas untuk memilih: jika kalian lebih memilih kenikmatan-kenikmatan fisik, kelak kalian akan menemukan apa yang sudah menjadi kebiasaan. Namun jika dalam kehidupan sekarang ini kita selalu menumbuhkan cinta pada Tuhan di dalam hati, maka kelak kita akan berada dalam Hadirat-Nya. Bagi setiap kelompok selalu ada pengembangan terus-menerus dalam maqam-maqamnya. Allah SWT akan menganugerahi mereka kemurahan yang terus meningkat sesuai level-level mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang belum dewasa akan memilih berteman dengan anak-anak sebaya mereka daripada berteman dengan orang-orang dewasa. Sebaliknya orang-orang dewasa pun tidak akan senang bila berteman dengan anak-anak. Maka di akhirat kelak, masing-masing akan bersemi dalam cabang masing-masing. Mereka tidak akan melihat posisi mereka sebagai suatu kekurangan dibanding yang lain; tak ada kedengkian dari penghuni Surga yang lebih rendah terhadap mereka yang berada di tingkat yang lebih tinggi. Karena Kepuasan mereka akan Tuhan telah menjadi sempurna. Wa min Allah at tawfiq
0 comments
Labels: ,
Older Posts
Subscribe to: Posts (Atom)
Blog ini didedikasikan untuk:
Sultan Awliya Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani qs

Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs

Assalamu'alaykum!
Thariqatunash shuhba wa khayru fii jama'iyyah (Tarekat kita berdasarkan persahabatan dan kebaikan berada dalam kebersamaan)

Selamat datang di Blog Muhibbun Naqsybandi. Di dalam blog ini Anda dapat menjumpai berbagai nasihat yang disampaikan dalam suhba Sultan Awliya Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani qs dan Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani qs. Sebagian besar artikel dalam blog ini diambil dari posting dalam milis muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com dan juga situs www.naqsybandi.web.id

"This is their school ya Mawlana" (Syekh Hisyam qs berkata kepada Syekh Nazim qs di Sekretariat Yayasan Haqqani Indonesia pada tahun 2001)

Menghubungi Kami:
Yayasan Haqqani IndonesiaJl. Teuku Umar No.41 MentengJakarta Pusat 10350INDONESIATelp/Faks: (62-21) 315-3014Seluler: +62813-8497-1997Email: alhaqqani@gmail.com

kunjungi situs kami di www.naqsybandi.web.id

Blogroll Me!

Donasi
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." [QS Ali Imran, 3:92]Kegiatan-kegiatan di Yayasan Haqqani Indonesia tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan Anda, oleh sebab itu dukunglah kami dengan kemurahan Anda. Doa juga merupakan sebuah dukungan. Semoga Allah SWT menerima dan membalas amal baik Anda dengan balasan yang berlimpah.Hubungi Ibu Utje di 0812-104-3096 atau Melza di 0816-115-3215

Rekening Bank Yayasan Haqqani Indonesia
Nama Bank: Bank Central Asia (BCA) Cabang: Pasar Cikini No Cabang: 0305Alamat: Gedung Permata Cikini, 2nd Floor Jl. Pegangsaan Timur No.7A Jakarta Pusat, IndonesiaNo Akun: 305 133 9566 Nama Akun: Melza/UtjeSwift Code: CENAIDJA

Doa untuk Segala Hajat
Hadis mengenai Orang Buta

Naqshbandi Sufi Way

www.sufilive.com

Energi Penyembuhan Meditasi Sufi

Kaligrafi Islam

Realitas Muhammad SAW

Islamic Shopping Network

Buku yang kami rekomendasikan:
Kisah Perjalanan Cahaya Muhammad SAW

Link Internasional
As-Sunnah Foundation of America
Mercy Oceans TV
Naqshbandi Haqqani America
Naqshbandi Haqqani Australia
Naqshbandi Haqqani Malaysia
Naqshbandi Live
Naqshbandi Sufi Way
Simply Islam Singapore
Sufi Love Match
Sufi Sound

Link Domestik
Naqsybandi Haqqani Balikpapan
Naqsybandi Haqqani Bandung
Naqsybandi Haqqani Batam
Naqsybandi Haqqani Indonesia
Naqsybandi Haqqani Jawa Tengah
Pesantren Al Falah Cicalengka
Rabbani Sufi Institute
Rumi Sufi Cafe

Link Istimewa
Sufi Art
Mata Rantai Emas Tarekat Naqsybandi
Adab Naqsybandi
Perpustakaan Haqqani Indonesia
Yayasan Haqqani Indonesia
Selenium Photography
Sout Ilaahi Productions
Publikasi Haqqani Media

Bergabung dengan Tarekat Naqsybandi
Bay'at ONLINE

Indeks
a Taste of Reality (3)
Adab (11)
Adab Naqsybandi (1)
Adz-Dzikir (1)
Agama (1)
Ahlul Bayt (1)
Ahlus-Sunnah wal-Jamaah (2)
Ahmad al-Badawi QS (2)
Ajaran (4)
Akhirat (1)
Akhlak (9)
Akhyar (2)
Al-Ghayyur (1)
al-Hal dan al-Fayd (1)
Al-Hayy (1)
al-Jalal (1)
al-Mahi (1)
Al-Masih (2)
Al-Mudabbir (1)
Al-Qahhar (1)
al-Qasim (1)
Al-Qur'an (2)
Al-Wasil (1)
Alhamdulillah (1)
Anak (2)
angka 19 (1)
anjing (1)
Anshaar (1)
Aqidah (3)
arif billah (1)
As-Sattar (4)
As-Sayyid Nurjan Mirahmadi (1)
Ash-Shamad (1)
Asmaul Husna (1)
Asosiasi (1)
Awliya (3)
Awrad (1)
Awtad (2)
Aynul Yaqin (1)
Azan (1)
Azhamat (1)
Azimat (1)
babi (1)
Bahrul 'Ilm (1)
Bahrul Jabaruut (1)
Bahrul Lahuut (1)
Bahrul Malakuut (1)
Bahrul ‘Azhamuut (1)
Bank (1)
Basmalah (2)
Basyariyyah (1)
Bay'at (1)
Bayazid Al-Bistami QS (1)
bayi (1)
Bay’at (2)
Bencana (1)
Bersyukur (3)
Big Bang (1)
Bismillah (1)
Budala (2)
Cacat (1)
Cahaya (2)
Cermin (1)
cinta (6)
Cinta Dunia (1)
Cinta Sejati (12)
Cobaan (2)
Dajjal (2)
Dakwah (2)
Damaskus (1)
Darwis (1)
Defending Truth (2)
demo (1)
Demokrasi (1)
Depresi (2)
Desa (1)
Diberkati (1)
Disiplin (2)
Divine Kingdom Vol.1 (1)
Divine Power Oceans (3)
Doa (6)
Dunia (2)
Ego (16)
Eid (1)
Ekonomi (1)
Enneagram (1)
Fadilah (1)
Fasad (3)
Fatima Az-Zahra AS (1)
Fatwa (6)
Fenton (1)
Fight Your Ego (7)
Fitnah (1)
Fondasi (1)
From Dunya to Mawla (17)
Gaib (1)
Galaksi (1)
Ganja (1)
Ghadab (1)
Ghibah (1)
Golden Chain (1)
Gurdjieff (1)
Guru Palsu (1)
Guru Sejati (1)
Hadirat Ilahi (1)
Hadis (1)
Hajah Amina (3)
Hajah Naziha Adil (5)
Haji (2)
Haji Bayram Wali QS (1)
Hak (1)
Hal Terlarang (1)
Hamba (4)
Haqiqat (2)
Haqqani (1)
Haqqul Yaqin (1)
Hari Akhir (2)
Harta (1)
Harut dan Marut (1)
Hawa Nafsu (1)
Hikmah (4)
himma (1)
Hormat (3)
Hudur (1)
Huruf (1)
Ibadah (4)
Ibn Arabi QS (3)
Ibn Qayyim (1)
Ibn Taymiyyah (1)
Ibrahim ibn Adham QS (2)
Ihsan (1)
Ikhwan Muslim (1)
ilham (1)
Ilmu Sejati (2)
Ilmul Yaqin (1)
Ilusi (1)
Imajinasi (1)
Imam Mahdi AS (14)
Imam Malik (1)
Iman (17)
In The Mystic Footsteps of Saints Vol.2 (2)
Injil (1)
inkarnasi (1)
inspirasi (1)
Instruktur (1)
Irsyad (1)
Islam (2)
Isra (4)
Israel (1)
Istighfar (1)
Istikharah (2)
Istri (1)
Izrail AS (1)
jahiliyah (1)
Jakarta (8)
Jalaluddin Rumi QS (4)
Janggut (1)
Jibril AS (1)
Jihad (3)
Jimat (1)
Jin (2)
Kafir (1)
Kanker (1)
Karakter (2)
Karomah (3)
Kebaikan (1)
Kebenaran (1)
Kebersihan (1)
Kebesaran Allah SWT (1)
Kebesaran Nabi SAW (10)
Keburukan (1)
Kecanduan (1)
Kecantikan (1)
Kedamaian (1)
Kehormatan (1)
Kekuatan (13)
keledai (1)
Keluarga (2)
Kemarahan (3)
Kematian (4)
Kemuliaan (1)
Kepatuhan (2)
Kesulitan (1)
Kewalian (1)
Khalifah (1)
Khalwat (3)
Khamar (1)
Khatm Khwajagan (1)
khayalan (1)
Khotbah Jumat (1)
Khotbah Nikah (2)
Khuff (1)
Kiamat (1)
Konsistensi (1)
Korupsi (2)
Kosmopolitan (1)
Krisis Ekonomi (2)
Kubur (2)
Kurma (1)
Laa Ilaha Ill-Allah (1)
Laylat ar-Raghaib (1)
Laylat ul-Qadr (2)
Leukemia (1)
Liberating The Soul Vol.1 (5)
liquor (1)
Listrik (1)
Madad (1)
Mahabbah (2)
Makanan (2)
makrifat (2)
Malaikat Muin (1)
Malas (2)
Malayani (4)
Maqam Cinta (2)
maqam fana (1)
Maqam Hati (1)
maqam hudur (1)
Marah (1)
Marijuana (1)
Mas Kawin (1)
Masjid (1)
Masuk Islam (1)
Materialistik (1)
mati sebelum mati (1)
Maulid (3)
Mawlid (3)
Mazhab (1)
Meditasi Sufi (3)
Memohon Petunjuk (1)
Menyangkal Tarekat (3)
Mercy Oceans (6)
Mercy Oceans Book 2 (41)
Mercy Oceans Divine Sources (1)
Mercy Oceans Hidden Treasures (3)
Mercy Oceans of The Heart (7)
Mercy Oceans Pink Pearls (7)
Mercy Oceans Pure Heart (2)
Mercy Oceans Rising Sun (2)
Mi'raj (5)
Mimpi (1)
mi’raj (1)
Motivasi Ibadah (3)
Muallaf (1)
Mubaligh (1)
Muhajirin (1)
Muhammad: The Messenger of Islam (1)
Muharam (2)
Muhasabah (1)
Muraqaba (1)
murid (1)
Mursyid (5)
Mursyid Tarbiyya (1)
My Little Lore of Light (2)
Nabi Adam AS (5)
Nabi Huud AS (1)
Nabi Isa AS (5)
Nabi Musa AS (2)
Nabi SAW (1)
Nabi Sulaiman AS (1)
Nafs Al-Lawwaamah (1)
Naqshbandi Sufi Way (1)
neraka (1)
niat (1)
Nikah (1)
Nomor 1 (1)
Nubuwwah (1)
Nujaba (2)
Nuqaba (2)
Nurmuhammad (2)
Ocean of Unity (1)
Oceans of Unity (1)
On The Bridge to Eternity (9)
Operasi Spiritual (1)
Orang Tua (1)
Orisinal (1)
Pearls And Coral (4)
Pekerjaan (2)
pemandu (2)
Pemula (2)
Pencegahan Penyakit (1)
Penciptaan Alam Semesta (2)
Pendeta (1)
Pendidikan (1)
penglihatan (1)
Penglihatan Spiritual (1)
Penglihatan yang Baik (1)
Penyakit (1)
Peradaban Teknologi (1)
Peranan Syekh (3)
Perang (1)
perantara (1)
Perantaraan (1)
Perbedaan (1)
perbuatan (1)
Perjalanan Rohani (1)
Perkawinan (1)
Perkembangan Spiritual (2)
Perlindungan (1)
Permen (1)
Permintaan (1)
Pernikahan (2)
Persatuan (1)
Pinjaman (1)
Posisi Tarekat (1)
Power Oceans of Light (9)
Puasa (1)
qada muallaq (1)
qada mubram (1)
Qur'an Natiq (1)
Rabbi (2)
Rabiah al-Adawiyyah QS (2)
raga (1)
Rahasia Al-Qur'an (3)
Rajab (10)
Ramadan (29)
Realitas (1)
Rendah Hati (3)
Rezeki (1)
Rida (1)
Riihus-Siba (1)
Roh (1)
Rokok (1)
ruh (1)
Rukun Islam (1)
rumah (1)
Rumah Tarekat (1)
Ruqya (1)
Sabar (3)
Sahabat (1)
Salam (1)
Salat (2)
salat Hajat (1)
Salat Hifzh (2)
Salat Sunah di Bulan Rajab (1)
Samudra Rahmat (1)
Sayyida Maryam AS (1)
Sayyidina 'Umar RA (2)
Sayyidina Abu Bakar RA (7)
Sayyidina Ali RA (5)
Sayyidina Muhammad SAW (1)
Sayyidina Salman al-Farisi RA (1)
Sayyidina Uwais Al-Qarani RA (3)
Secrets Behind Secrets (2)
Secrets of The Heart (5)
sedekah (2)
Sejarah (3)
Sekte (1)
Selawat (3)
Serendip (1)
Setan (4)
Shuhba (5)
Silsilah (1)
Spiritualitas (3)
Suami (1)
Sufi (1)
Sultan (1)
surga (2)
Sya'ban (1)
syafaat (1)
Syah Naqsyband QS (3)
Syahadat (1)
Syahwat (1)
Syakban (2)
syariah (2)
Syariat (3)
Syaykh at-Tabarruk (1)
Syaykh ul-Wilayat (1)
Syekh Abdul Qadir al-Jilani QS (4)
Syekh Abu Yazid Al-Bistami QS (3)
Syekh Alauddin QS (1)
Syekh Hisyam QS (71)
Syekh Ismail QS (1)
Syekh Khalid al-Baghdadi QS (2)
Syekh Nazim qs (189)
Syekh Sejati (2)
Syekh Seraj Hendricks (1)
Syekh Syarafuddin QS (3)
Syekh ‘Abdullah QS (2)
Syirik (1)
Syukur (5)
Syuyukh (1)
Ta'awwudz (2)
Ta'wiz (1)
Tafakur (1)
Tajali (2)
Tak Ada yang Sia-Sia (1)
Tanggung Jawab Mukmin (1)
tarekat (3)
Target Sejati (1)
Tasawwuf (2)
Tauhid (1)
Tawaf (1)
Tawhid (1)
Terapi Alamiah (1)
Thaa Haa (1)
Tidur (3)
Tobat (2)
Toward the Divine Presence (4)
Tua-Muda (1)
Tuhan (1)
Tujuan (1)
Tujuh Mata Air (1)
Turban (2)
Uang (1)
Ujian (1)
Ulama Palsu (1)
Ulang Tahun (1)
Umar Al-Suhrawardi QS (1)
Umrah (1)
Uniseks (1)
Ustadz (1)
Utang (1)
Wahhabi (5)
Waktu (2)
Wali Rajab (1)
Wanita (6)
Wawancara (1)
Wig (1)
wudu (2)
Yaa Siin (2)
Yahudi (1)
Yesus Kristus AS (1)
Zakat (1)
Zalim (2)
Ziarah (1)
Zikir (3)
Zikir Huu (3)
Ziyarah (3)
Zuhud (1)

Blog Archive
Blog Archive March (2) February (20) January (9) December (10) November (35) October (21) September (26) August (8) July (36) June (47) May (52) January (5)

Berlangganan
Posts
Atom
Posts
All Comments
Atom
All Comments



sc_project=3757984;
sc_invisible=0;
sc_partition=40;
sc_security="0bc42743";


Wirid Naqsybandi

Adab Naqsybandi kini ONLINE!

Tawassul
Yaa sayyid as-Saadaat wa Nuur al-Mawjuudaat, yaa man huwaal-malja’u liman massahu dhaymun wa ghammun wa alam. Yaa Aqrab al-wasaa’ili ila-Allahi ta’aalaa wa yaa Aqwal mustanad, attawasalu ilaa janaabika-l-a‘zham bi-hadzihi-s-saadaati, wa ahlillaah, wa Ahli Baytika-l-Kiraam, li daf’i dhurrin laa yudfa’u illaa bi wasithatik, wa raf’i dhaymin laa yurfa’u illaa bi-dalaalatik, bi Sayyidii wa Mawlay, yaa Sayyidi, yaa Rasuulallaah:
NabiShiddiqSalmaanQaasimJa’farThayfuurAbul HasanAbuu ‘AliYuusufAbul ‘Abbaas‘Abdul Khaaliq‘AarifMahmuud‘AliiMuhammad Baabaa as-SamaasiiSayyid Amiir KulaaliKhwaaja Bahaa’uddin Naqsyband‘Alaa’uddiinYa’quubUbayd AllaahMuhammad az-ZaahidDarwiisy MuhammadKhwajaa al-AmkanakiMuhammad al-BaaqiAhmad al-FaruuqiMuhammad Ma’sumSayfuddiinNuur MuhammadHabib Allaah‘Abd AllaahSyekh KhaalidSyekh Ismaa’ilKhaas MuhammadSyekh Muhammad Effendi al-YaraaghiSayyid Jamaaluddiin al-Ghumuuqi al-HusayniAbuu Ahmad as-SughuuriAbuu Muhammad al-MadaniiSayyidina Syekh Syarafuddin ad-DaghestaniSayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh ‘Abd Allaah al-Fa’iz ad-DaghestaniSayyidina wa Mawlaana Sultan al-Awliya Sayyidi Syekh Muhammad Nazhim al-Haqqaani
Syahaamatu FardaaniYuusuf ash-Shiddiiq‘Abdur Ra’uuf al-YamaaniImaamul ‘Arifin Amaanul HaqqLisaanul Mutakallimiin ‘Aunullaah as-SakhaawiiAarif at-Tayyaar al-Ma’ruuf bi-MulhaanBurhaanul Kuramaa’ Ghawtsul AnaamYaa Shaahibaz Zaman wa yaa Shahibal `Unshur
Yaa BudallaYaa NujabaYaa NuqabaYaa AwtadYaa AkhyarYaa A’Immatal Arba’aYaa Malaaikatu fi samaawaati wal ardhYaa Awliya AllaahYaa Saadaat an-Naqsybandi
Rijaalallaah a’inunna bi’aunillaah waquunuu ‘awnallana bi-Llah, a’sa nahdha bi-fadhlillah,Al-Faatihah

Meditasi Sufi

Terapi Alamiah

Bergabung dengan Milis Kami:
Subscribe to muhibbun_naqsybandi


Powered by groups.yahoo.com

Waktu Salat Jakarta


Kalender


Konversi Tanggal
.ft11 {FONT-SIZE: 12px; COLOR: #ff0000; FONT-FAMILY: Verdana, Arial, Helvetica; BACKGROUND-COLOR: #eeffff}
.IslamicData { font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 10pt; font-style: normal; line-height: normal; font-weight: normal; font-variant: normal; color: #000000; text-decoration: none}
Date Conversion
Gregorian to Hijri Hijri to Gregorian Day: 12345678910111213141516171819202122232425262728293031 Month: JanuaryFebruaryMarchAprilMayJuneJulyAugustSeptemberOctoberNovemberDecember Year

lhamdulillah wa syukrulillah wassalamu'alaykum warahmatullahi wa barakatuh